Kepribadian (personality)
Kepribadian adalah
sekumpulan cara bagaimana seorang individu beraksi dan berinteraksi dengan
orang lain. Kepribadian merupakan determinan paling penting bagi individu,
karena kepribadian menentukan bagaimana seorang individu berpikir, berperilaku,
dan berperasa dalam berbagai macam situasi yang berbeda-beda.
Ada
beberapa faktor yang dianggap berpengaruh terhadap kepribadian seseorang yaitu
:
·
Turunan (heredity). Faktor ini
menyangkut segala sesuatu yang berhubungan dengan keturunan, seperti bentuk
fisik, turunan biologis, dan turunan psikologis.
·
Lingkungan (environmental). Faktor
ini meliputi budaya tempat kita dibesarkan, norma-norma keluarga, norma masyarakat,
agama, dan kondisi sosial.
·
Situasi (situation). Pada situasi
yang berbeda orang akan cenderung menampilkan aspek kepribadian yang berbeda
pula.
Beberapa ilmuan mencoba
mengklasifikasikan kepribadian ke dalam pola-pola tertentu. Dua teori yang paling
populer yang mencoba mengklasifikasikan kepribadian adalah The Myers-Briggs Type Indicator dan The Big Five Model.
The Myers-Briggs Type Indicator mengklasifikasikan
kepribadian ke dalam empat kriteria berlawanan yang akan membentuk 16 pola kepribadian.
Empat kriteria tersebut adalah :
·
Introvert vs Extrovert (I-E)
·
Sensing vs Intuitive (S-N)
·
Thinking vs Feeling (T-F)
·
Perceiving vs
Judging (P-I)
The Big Five Model menjelaskan ada lima dimensi yang mendasari
kepribadian manusia. Lima dimensi tersebut adalah :
·
Extroversion adalah dimensi kepribadian yang
mendeskripsikan seseorang sebagai orang yang asertif.
·
Agreebleness adalah dimensi kepribadian yang
mendeskripsikan seseorang sebagai orang yang kooperatif dan dapat dipercaya.
·
Conscientiousness adalah dimensi kepribadian yang
mendeskripsikan seseorang sebagai orang yang bertanggung jawab, dapat
diandalkan, dan teratur rapi.
·
Emotional stability adalah dimensi kepribadian yang
mendeskripsikan kepribadian yang mendeskripsikan ketahanan seseorang terhadap
tekanan atau stres.
·
Openess to experience adalah dimensi kepribadian yang
mendeskripsikan seseorang sebagai orang yang sensitif, imajinatif, dan penuh
rasa ingin tahu.
Selain itu,
individu juga sering digolongkan ke dalam dua tipe kepribadian, yaitu tipe
kepribadian A dan tipe kepribadian B. Tipe kepribadian A mempunyai ciri-ciri
selalu bergerak dan bekerja cepat, tidak sabaran, tidak menyukai kesantaian,
suka mengerjakan beberapa pekerjaan sekaligus, dan mempunyai obsesi untuk
selalu sukses dalam setiap pekerjaan yang dilakukannya. Sedangkan orang dengan
tipe kepribadian B dicirikan sebagai seorang yang tidak terburu-buru, rileks,
dan santai dalam bekerja.
Dalam kepribadian
ada komponen yang disebut sebagai self
esteem, yaitu sejauh mana seorang individu menyukai dirinya sendiri. Selain
itu ada juga locus of control yang
adalah seberapa yakin bahwa seorang individu dapat mengontrol kehidupannya
sendiri. Orang dengan lokus kontrol internal percaya bahwa dirinya bisa
mengendalikan kehidupannya sendiri, sementara orang dengan lokus kontrol
eksternal percaya bahwa dirinya adalah budak takdir, ia tidak berkuasa atas
kehidupannya sendiri.
Komponen lain
adalah machiavellianism yaitu
bagaimana cara seseorang memperoleh dan menggunakan kekuasaan. Orang yang
memiliki tingkat machiavellianisme
yang tinggi akan bersifat pragmatis, dapat mengendalikan emosinya dan cenderung
menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan dirinya. Ada juga komponen self monitoring yaitu sejauh mana
individu mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya serta komponen risk taking yaitu sejauh mana seorang
individu berani mengambil resiko. Orang mempunyai keberanian besar dalam
mengambil resiko disebut sebagai risk
taker, sedangkan seseorang yang cenderung menghindari risiko disebut
sebagai risk averter.
Persepsi
Persepsi adalah suatu proses yang ditempuh individu-individu untuk
mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada
lingkungan. Namun apa yang merupakan persepsi seseorang dapat berbeda dari
kenyataan yang objektif. Karena perilaku orang didasarkan pada persepsi mereka
akan realitas, dan bukan pada realitas itu sendiri, maka persepsi sangat
penting pula dipelajari dalam perilaku organisasi. Menurut Robbins dan Judge
(2009), persepsi (perception) diartikan sebagai cara individu menganalisis dan
mengartikan pengamatan indrawi mereka dengan tujuan untuk memberikan makna
terhadap lingkungan sekitar mereka. Seorang individu akan memandang segala
sesuatu dengan persepsi mereka sendiri yang mungkin saja berbeda dengan
persepsi orang lain. Mengapa
persepsi itu penting dalam studi perilaku organisasi, karena dari perilaku
individu inilah persepsi mendasari cara pandang mereka dalam menghadapi
kenyataan hidup, dalam melakukan proses aktifitas atau kegiatan untuk mencapai
tujuan yang akan memberikan hasil yang terbaik sesuai dengan harapan mereka.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
persepsi, yaitu :
- Pelaku persepsi : penafsiran seorang individu pada suatu objek yang
dilihatnya akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadinya sendiri,
diantaranya sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu,
dan pengharapan. Kebutuhan atau motif yang tidak dipuaskan akan merangsang
individu dan mempunyai pengaruh yang kuat pada persepsi mereka.
Contoh-contoh seperti seorang tukang rias akan lebih memperhatikan
kesempurnaan riasan orang daripada seorang tukang masak, seorang yang
disibukkan dengan masalah pribadi akan sulit mencurahkan perhatian untuk
orang lain, dls, menunjukkan bahwa kita dipengaruhi oleh kepentingan/minat
kita. Sama halnya dengan ketertarikan kita untuk memperhatikan hal-hal
baru, dan persepsi kita mengenai orang-orang tanpa memperdulikan ciri-ciri
mereka yang sebenarnya.
- Target : Gerakan, bunyi, ukuran, dan atribut-atribut lain dari target
akan membentuk cara kita memandangnya. Misalnya saja suatu gambar dapat
dilihat dari berbagai sudut pandang oleh orang yang berbeda. Selain itu,
objek yang berdekatan akan dipersepsikan secara bersama-sama pula.
Contohnya adalah kecelakaan dua kali dalam arena ice
skating dalam seminggu dapat
membuat kita mempersepsikan ice skating sebagai olah raga yang berbahaya. Contoh lainnya
adalah suku atau jenis kelamin yang sama, cenderung dipersepsikan memiliki
karakteristik yang sama atau serupa.
- Situasi : Situasi juga berpengaruh bagi persepsi kita. Misalnya saja,
seorang wanita yang berparas lumayan mungkin tidak akan terlalu ‘terlihat’
oleh laki-laki bila ia berada di mall, namun jika ia berada dipasar,
kemungkinannya sangat besar bahwa para lelaki akan memandangnya.
Gambar
1; Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Persepsi
|
|
||||||||||
|
4.
5.
Karakteristik target yang sering di observasi dan yang bisa
mempengaruhi apa yang diartikan individu yang bersuara keras cenderung
diperhatikan dalam sebuah kelompok dibandingkan individu yang diam. Konteks di
mana kita melihat berbagai objek atau peristiwa, itu juga penting. Waktu adalah
sebuah objek atau peristiwa yang dilihat, dapat mempengaruhi perhatian, seperti
halnya; lokasi, cahaya, panas, dan lain sebagainya.
Teori hubungan juga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi sebuah persepsi. Persepsi kita terhadap individu berbeda dengan
persepsi kita tentang benda-benda mati, seperti kursi, jendela, rumah, karena
kita membuat kesimpulan tentang berbagai tindakan dari individu yang tidak kita
temui pada benda-benda mati. Teori hubungan ini merupakan suatu usaha ketika
individu-individu mengamati perilaku untuk menentukan apakah hal ini disebabkan
secara internal atau eksternal.
Cara –cara Menilai Orang Lain
Ketika kita menilai
orang lain, maka kita mendasarkan penilaian kita tersebut berdasarkan persepsi
kita sendiri. Persepsi yang kita dapatkan itu berasal dari informasi yang kita
peroleh dari pengamatan inderasi. Informasi yang diperoleh dari pengamatan
inderawi kemudian kita tafsirkan sehingga akhirnya keluarlah suatu penilaian
terhadap orang tersebut.
Akan tetapi, ada
kalanya kita memiliki informasi yang cukup untuk memberikan penilaian sehingga
kita kemudian menggunakan jalan pintas. Akibatnya sering kali penilaian yang
kita berikan salah, karena persepsi yang terbentukpun salah.
Teori Atribusi pada dasarnya mengungkapkan bahwa bila
individu mengamati perilaku, mereka mencoba menentukan apakah itu disebabkan
faktor internal atau eksternal. Misalnya saja persepsi kita terhadap orang akan
dipengaruhi oleh penyebab-penyebab internal karena sebagai manusia mereka
mempunyai keyakinan, maksud, dan motof-motif didalam dirinya. Namun persepsi
kita terhadap benda mati seperti gedung, api, air, dls, akan berbeda karena
mereka adalah benda mati yang memiliki hukum alamnya sendiri (eksternal).
Penentuan apakah
perilaku itu merupakan penyebab eksternal atau internal bergantung pada tiga
faktor :
1. Kekhususan : apakah seorang individu memperlihatkan perilaku yang berlainan
dalam situasi yang berlainan.
2. Konsensus : yaitu jika setiap orang yang menghadapi situasi serupa bereaksi
dengan cara yang sama.
3. Konsistensi : apakah seseorang memberikan reaksi yang sama dari waktu ke
waktu.
Salah satu penemuan
yang menarik dari teori ini adalah bahwa ada kekeliruan atau prasangka (bias,
sikap berat sebelah) yang menyimpangkan atau memutar balik atribusi. Bukti
mengemukakan bahwa kita cenderung meremehkan pengaruh faktor dari luar dan
melebih-lebihkan pengaruh faktor internal. Misalnya saja, penurunan penjualan
seorang salesman akan lebih dinilai sebagai akibat dari kemalasannya daripada
akibat kalah saing dari produk pesaing.
Ada beberapa teknik
dalam menilai orang yang memungkinkan kita membuat persepsi yang lebih akurat
dengan cepat dan memberikan data yang valid (sahih) untuk membuat ramalan.
Namun teknik-teknik ini akan menceburkan kita dalam kesulitankarena tidak ‘foolproof’. Karena itu, pemahaman akan
jalan pintas ini dapat membantu kita mewaspadai bila teknik-teknik ini
menghasilkan distorsi.
- Persepsi selektif : orang-orang secara selektif menafsirkan apa yang
mereka saksikan berdasarkan pengalaman, latar belakang, kepentingan, dan
sikap. Hal ini dikarenakan kita tidak dapat mengamati semua yang
berlangsung disekitar kita. Misalnya saja, seperti diatas tadi, orang yang
menyenangi hasil seni akan cenderung memperhatikan lukisan daripada orang
yang menyenangi teknologi. Dengan selektivitas sebagai jalan pintas, kita
mencerna sedikit demi sedikit dari apa yang ingin kita nilai, dan tentu
saja kita mencernanya sesuai dengan latar belakang, pengalaman,
kepentingan, dan minat kita. Tentu saja, kesalahan sangat mungkin terjadi
dengan jalan pintas ini.
- Efek halo : yaitu menarik eksan umum mengenai seorang individu
berdasarkan suatu karakteristik tunggal, misalnya pendiam, sangat
bersemangat, pintar, dls. Orang yang menilai dapat mengisolasi hanya
karakteristik tunggal. Suau ciri tunggal dapat mempengaruhi seluruh kesan
oarng dari individu yang sedang dinilai.
- Efek kontras : yaitu evaluasi atas karakteristik-karakteristik
seseorang yang dipengaruhi oleh pembandingan-pembandingan dengan orang
lain yang baru saja dijumpai yang berperingkat lebih tinggi atau lebih
rendah pada karakteristik yang sama. Contohnya adalah orang yang
diwawancara dapat memperoleh evaluasi yang lebih menguntungkan jika
sebelumnya ia telah didahului oleh banyak pelamar yang kurang bermutu.
- Proyeksi : Yaitu menghubungkan karakteristik kita sendiri ke orang
lain. Misalnya saja orang yang bekerja dengan cepat dan ulet akan
menganggap orang lain sama dengannya.
- Berstereotipe : yaitu menilai seseorang bedasarkan persepsi seorang
terhadap kelompok seseorang itu. Misalnya kita menilai bahwa orang yang
gemuk malas, maka kita akan mempersepsikan semua orang gemuk secara sama.
Generalisasi seperti ini dapat menyerdehanakan dunia yang rumit ini dan
memungkinkan kita mempertahankan konsistensi, namun sangat mungkin juga
bahwa stereotipe itu tidak mengandung kebenaran ataupun tidak relevan.
Pengambilan Keputusan Individu
Menurut Driscoll (1978), partisipasi dalam pengambilan
keputusan berhubungan dengan efficacy. Efficacy sendiri didefinisikan sebagai
perassan atau anggapan bahwa seseorang mampu untuk mempengaruhi pembuatan
keputsan dalam organisasi.
Partisipasi
seorang individu dalam proses pengambilan keputusan yang tinggi apabila ia
memiliki efficacy yang tinggi, ia memiliki keyakinan bahwa ia bisa ikut
mempengaruhi sistem, proses, dan isi dari keputusan yang dibuat. Begitu pula
sebaliknya, apabila seorang individu memiliki efficacy yang rendah ia cenderung
akan kurang berpartisipasi. Hal ini disebabkan ia memiliki anggpan bahwa
dirinya tidak bisa mempengarui sistem, proses dan isi dari sebuah keputusan.
Robbins dan Judge (2009) menghubungkan proses pengambilan
keputusan dengan persepsi. Begitu pula dalam hal partisipasi dalam pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan efficacy yang tak lain merupakan persepsi
seseorang akan dirinya sendiri. Jadi keterlibatan dalam proses pengambilan
keputusan di dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu terhadap
dirinya sendiri. Apabila seseorang berpersepsi bahwa dirinya mampu mempengaruhi
proses pengambilan keputusan maka ia akan berpersepsi bahwa dirinya tidak
memiliki pengaruh apapun dalam proses pengambilan keputusan.
Penerapan Khusus dalam Organisasi
Penilaian memiliki
banyak konsekuensi bagi organisasi. Didalamnya orang-orang selalu saling
menilai. Berikut ini adalah beberapa penerapannya yang lebih jelas :
·
Wawancara karyawan :
Bukti menunjukkan bahwa wawancara
sering membuat penilaian perseptual yang tidak akurat. Pewawancara yang
berlainan akan melihat hal-hal yang berlainan dalam diri seorang calon yang
sama. Jika wawancara merupakan suatu masukan yang penting dalam keputusan
mempekerjakan, perusahaan harus mengenali bahwa faktor-faktor perseptual
mempengaruhi siapa yang dipekerjakan dan akhirnya mempengaruhi kualitas dari
angkatan kerja suatu organisasi.
·
Pengharapan kinerja :
Bukti menunjukkan bahwa orang akan
berupaya untuk mensahihkan persepsi mereka mengenai realitas, bahkan jika
persepsi tersebut keliru. Pengharapan kita mengenai seseorang/sekelompok orang
akan menentukan perilaku kita. Misalnya manager memperkirakan orang akan
berkinerja minimal, mereka akan cenderung berperilaku demikian untuk memenuhi
ekspektasi rendah ini.
·
Evaluasi kinerja :
Penilaian kinerja seorang karyawan
sangat bergantung pada proses perseptual. Walaupun penilaian ini bisa
objektif, namun banyak yang dievaluasi secara subjektif. Ukuran subjektif
adalah berdasarkan pertimbangan, yaitu penilai membentuk suatu kesan umum
mengenai karyawan. Semua persepsi dari penilai akan mempengaruhi hasil
penilaian tersebut.
·
Upaya karyawan :
Dalam banyak organisasi, tingkat
upaya seorang karyawan dinilai sangat penting, jadi bukan hanya kinerja saja.
Namun penilaian terhadap upaya ini sering merupakan suatu pertimbangan
subjektif yang rawan terhadap distorsi-distorsi dan prasangka (bias)
perseptual.
·
Kesetiaan karyawan :
Pertimbangan lain yang sering
dilakukan manager terhadap karyawan adalah apakah karyawan tersebut setia atau
tidak kepada organisasi. Sayangnya, banyak dari penilaian kesetiaan tersebut
bersifat pertimbangan. Misalnya saja individu yang melaporkan tindakan tak etis
dari atasan dapat dilihat sebagai bertindak demi kesetiaan kepada organisasi
ataupun sebagai pengacau.
Di dalam organisasi, proses penilaian terhadap orang lain terdapat dalam
banyak aktivitas organisasi. Proses penilaian yang objektif sangat penting
untuk dilakukan terutama dalam proses prekrutan karyawan baru dan proses
penilaian kinerja. Jalan pintas dalam melakukan penilaian hendaknya dihindari
agar keputusan yang diambil bisa objektif dan tidak bias.
Beberapa cara bisa dilakukan untuk menghindari bias dan distorsi dalam
proses penilaian, diantaranya :
1.
Mengumpulkan
infromasi sebanyak mungkin sebelum menilai. Pengumpulan informasi yang banyak
berguna untuk mendapatkan persepsi yang lebih realistis.
2.
Memeriksa
simpulan yang diperoleh. Hal ini berguna untuk meyakinkan apakah penilaian yang
kita buat telah memperhitungkan semua informasi yang ada secara berimbang
ataukah belum.
3.
Mampu
membedakan antara fakta dan asumsi. Seringkali dalam melakukan penilaian kita
lebih sering menggunakan asumsi pribadi alih-alih menggunakan fakta yang nyata.
Sehingga akhirnya penilaian yang dibuat pun menjadi tidak objektif, bias, dan
tidak akurat.
4.
Lakukan
penilaian dengan mempertimbangkan semua aspek penilaian dengan bobot yang
berimbang. Hindarkan menilai sesuatu hanya dari satu aspek saja.
5.
Jangan pernah
menganggap bahwa orang lain memiliki standar yang sama dengan kita. Gunakanlah
standar baku yang umum dipakai, bukan standar pribadi yang akan menyebabkan
penilaian menjadi kurang tepat.
Hubungan antara Persepsi dan Pengambilan Keputusan Individual
Pengambilan
kuputusan individual, baik ditingkat bawah maupun atas, merupakan suatu bagian
yang penting dari perilaku organisasi. Tetapi bagaimana individu dalam
organisasi mengambil keputusan dan kualitas dari pilihan mereka sebagiah besar
dipengaruhi oleh persepsi mereka.
Pengambilan
keputusan terjadi sebagai suatu reaksi terhadap suatu masalah. Terdapat suatu
penyimpangan antara suatu keadaan dewasa ini dan sesuatu keadaan yang
diinginkan, yang menuntut pertimbangan arah tindakan alternatif. Misalnya,
seorang manager suatu divisi menilai penurunan penjualan sebesar 2% sangat
tidak memuaskan, namun di divisi lain penurunan sebesar itu dianggap memuaskan
oleh managernya.
Perlu diperhatikan
bahwa setiap keputusan menuntut penafsiran dan evaluasi terhadap informasi.
Karena itu, data yang diterima perlu disaring, diproses, dan ditafsirkan.
Misalnya, data mana yang relevan dengan pengambilan keputusan. Persepsi dari
pengambil keputusan akan ikut menentukan hal tersebut, yang akan mempunyai
hubungan yang besar pada hasil akhirnya.
Pengambil keputusan
harus membuat pilihan memaksimalkan nilai yang konsisten dalam batas-batas
tertentu. Ada enam langkah dalam model pengambilan keputusan yang rasional,
yaitu : menetapkan masalah, mengidentifikasi kriteria keputusan, mengalokasikan
bobot pada kriteria, mengembangkan alternatif, mengevaluasi alternatif, dan
memilih alternatif terbaik.
Model pengambilan keputusan yang
rasional diatas mengandung sejumlah asumsi, yaitu :
- Kejelasan masalah : pengambil keputusan memiliki informasi lengkap
sehubungan dengan situasi keputusan.
- Pilihan-pilihan diketahui : pengambil keputusan dapat mengidentifikasi
semua kriteria yang relevan dan dapat mendaftarkan semua alternatif yang
dilihat.
- Pilihan yang jelas : kriteria dan alternatif dapat diperingkatkan
sesuai pentingnya.
- Pilihan yang konstan : kriteria keputusan konstan dan beban yang
ditugaskan pada mereka stabil sepanjang waktu.
- Tidak ada batasan waktu dan biaya : sehingga informasi lengkap dapat
diperoleh tentang kriteria dan alternatif.
Pelunasan maksimum : alternatif yang
dirasakan paling tinggi akan dipilih
Meningkatkan Kreativitas dalam Pengambilan Keputusan
Dengan adanya
kreativitas pengambil keputusan dapat memproduksi gagasan-gagasan baru yang
bermanfaat. Selain itu, juga memungkinkan untuk lebih menghargai dan memahami
masalah, termasuk masalah yang tidak dapat dilihat orang lain.
- Potensial kreatif : yaitu potensi yang dimiliki kebanyakan orang,
namun untuk mengeluarkannya orang harus keluar dari kebiasaan psikologis yang
kebanyakan dari kita terlibat didalamnya dan belajar bagaimana berpikir
tentang satu masalah dengan cara yang berlainan.
- Model kreativitas tiga komponen : suatu badan riset menunjukkan bahwa
kreativitas individual pada hakikatnya menuntut keahlian, ketrampilan
berpikir kreatif, dan motivasi tugas intrinsik. Semakin tinggi tingkat
dari masing-masing komponen ini, maka semakin tinggi pula kreativitas
seseorang.
Kebanyakan keputusan dalam organisasi
biasanya diambil seperti dibawah ini :
·
Rasionalitas terbatas :
Para individu mengambil keputusan
dengan merancang bangun model-model yang disederhanakan yang menyuling
ciri-ciri hakiki dari masalah tanpa menangkap semua kerumitannya. Bila
berhadapan pada masalah yang kompleks, kebanyakan orang menanggapi dengan
mengurangi masalah pada level aman masalah itu dapat dipahami. Ini disebabkan
karena kemampuan manusia mengolah informasi terbatas, membuatnya tidak mungkin
mengasimilasi dan memahami semua informasi yang perlu untuk optimisasi. Dengan
demikian, mereka mencari pemecahan yang memuaskan.
·
Intuisi :
Penggunaan intuisi untuk mengambil
keputusan tidak lagi diangap tak rasional atau tak efektif. Ada pengakuan yang
makin berkembang bahwa analisis rasional terlalu ditekankan dan bahwa dalam
kasus-kasus tertentu mengandalkan pada intuisi dapat memperbaiki pengambilan
keputusan. Namun perlu dilihat bahwa definisi intuitif dari para ahli adalah
suatu proses tak sadar yang diciptakan dari dalam pengalaman yang tersaring.
Intuisi ini juga saling melengkapi dengan analisi rasional. Ada 8 kondisi
dimana orang paling mungkin menggunakan intuisi didalam pengambilan keputusan,
yaitu :
ü bila ada ketakpastian dalam tingkat yang tinggi,
ü bila hanya sedikit preseden untuk diikuti,
ü bila variabel-variabel kurang dapat diramalkan secara ilmiah,
ü bila ‘fakta’ terbatas,
ü bila fakta tidak menunjukkan dengan jelas jalan utnuk dituruti,
ü bila data analitis kurang berguna,
ü bila ada beberapa penyelesaian alternatif untuk dipilih dengan argumen yang
baik, dan
ü bila waktu terbatas dan ada tekanan untuk segera diambil keputusan yang
tepat.
·
Identifikasi masalah :
Masalah yang tampak cenderung
memiliki probabilitas terpilih lebih tinggi dibanding masalah-masalah yang
penting. Ada dua alasan atas hal tersebut :
ü mudah untuk mengenal masalah-masalah yang tampak, dan
ü karena kita prihatin dengan pengambilan keputusan dalam organisasi sehingga
para pengambil keputusan ingin tampil kompeten dan ‘berada pada puncak
masalah’.
·
Pengembangan alternatif :
Bukti menunjukkan bahwa pengambilan
keputusan adalah inkremental, bukan komprehensif. Artinya pengambil keputusan
mengindari tugas-tugas sulit yang mempertimbangkan semua faktor penting,
menimbang relatif untung dan ruginya, serta mengkalkulasi nilai untuk
masing-masing alternatif. Sebagai gantinya, mereka membuat suatu perbandingan
terbatas yang bersifat suksesif. Akibatnya pilihan keputusanpun disederhanakan
dengan hanya membandingkan alternatif-alternatif yang berbeda dalam tingkat
yang relatif kecil dari pilihan terbaru.
·
Membuat pilihan :
Untuk menghindari keputusan yang
terlalu sarat, para pengambil keputusan mengandalkan heuristik atau jalan
pintas penilaian dalam pengambilan keputusan. Ada dua kategori umum heuristik
dan satu bias lainnya, yaitu :
- Heuristik ketersediaan :
kecenderungan pada orang untuk mendasarkan penilaian pada informasi yang
sudah ada ditangan mereka. Ini menjelaskan mengapa para manager lebih
mempertimbangkan kinerja terakhir karyawan daripada kinerjanya setengah
tahun yang lalu. Sama halnya dengan pikiran orang bahwa naik pesawat
lebih berbahaya daripada mobil.
- Heuristik representatif :
menilai kemungkinan dari suatu kejadian dengan menarik analogi dan
melihat situasi identik dimana sebenarnya tidak identik. Contohnya adalah
manager yang sering menghubungkan keberhasilan suatu produk baru dengan
keberhasilan produk sebelumnya, anak-anak yang menonton film Superman dan
merasa dirinya seperti Superman, dls.
- Peningkatan komitmen : suatu
peningkatan komitmen pada keputusan sebelumnya meskipun ada informasi
negatif. Individu meningkatkan komitmen terhadap suatu arah tindakan yang
gagal ketika mereka memandang diri mereka sebagai orang yang bertanggung
jawab atas kegagalan tersebut, dengan tujuan untuk memperlihatkan bahwa
keputusan awal mereka tidak keliru dan menghindari keharusan untuk
mengakui kekeliruan itu. Banyak organisasi menderita kerugian karena seorang
manager bertekad membuktikan bahwa keputusan awalnya benar dengan terus
mengorbankan sumber daya kepada apa yang merupakan kerugian sejak awal.
·
Perbedaan individual-gaya pengambilan keputusan :
Riset mengidentikasikan empat
pendekatan individual yang berbeda dalam pengambilan keputusan, yaitu :
-
Analitis : memiliki toleransi jauh
lebih besar terhadap ambiguitas, cermat, mampu menyesuaikan diri dengan situasi
baru.
-
Direktif : memiliki toleransi rendah
atas ambiguitas, mencari rasionalitas, efisien, logis, mengambil keputusan
cepat, dan berorientasi jangka pendek.
-
Konseptual : berpandangan sangat
luas, mempertimbangkan banyak alternatif, orientasi jangka panjang, dan anagt
baik untuk menemukan solusi yang kreatif.
-
Perilaku : bisa bekerja baik dengan
yang lain, memperhatikan kinerja rekan kerja dan usulan-usulan mereka,
mengandalkan pertemuan untuk berkomunikasi, mencoba menghindari konflik, dan
mengupayakan penerimaan.
Kebanyakan dari manager memiliki
karakteristik diatas lebih dari satu.
·
Hambatan dari organisasi :
Para manager akan membentuk keputusan
sesuai dibawah ini :
·
Evaluasi kinerja : manager
dipengaruhi oleh kriteria yang mereka gunakan untuk mengevaluasi. Mereka akan
bertindak sesuai apa yang dijadikan penilaian/tolok ukur.
·
Sistem imbalan : yaitu dengan
mengemukakan kepada karyawan pilihan apa yang lebih disukai terhadap upah.
Umumnya organisasi membuat peraturan formal untuk membakukan perilaku
anggotanya. Dengan memprogramkan keputusan, organisasi mampu membuat individu
mencapai level kinerja tinggi, namun membatasi pilihan pengambilan keputusan.
·
Pembatasan waktu yang menentukan
sistem : batas waktu yang eksplisit dalam pengambilan keputusan menciptakan
tekanan waktu pada pengambil keputusan dan sering mempersulit untuk
mengumpulkan semua informasi yang ingin merka dapatkan.
·
reseden historis : keputusan yang
diambil dimasa lalu akan terus membayangi keputusan saat ini.
·
Perbedaan budaya :
Latar belakang budaya dari pengambil
keputusan dapat mempengaruhi seleksi masalah, kedalaman analisis, arti penting
yang ditempatkan pada logika dan rasionalitas, atau apakah keputusan
organisasional hendaknya diambil secara otokratis atau secara kolektif.
Bagian terakhir
adalah mengenai keetisan dalam pengambilan keputusan. Ada tiga kriteria
keputusan yang etis, yaitu : kriteria utilitarian (dimana keputusan diambil
semata-mata atas dasar hasil/konsekuensi mereka), menekankan pada hak dasar
individu sesuai dengan Piagam Hak Asasi, dan menekankan pada keadilan.
Kepedulian yang meningkat dalam masyarakat mengenai hak individu dan keadilan
sosial menyarankan perlunya bagi manager untuk mengembangkan standar-standar
etika yang didasarkan pada kriteria non-utiliter. Tentu saja ini adalah sebuah
tantangan yang besar bagi manager, karena dengan demikian akan melibatkan jauh
lebih banyak ambiguitas. Ini membantu menjelaskan mengapa para manager makin
banyak dikritik karena tindakan-tindakannya. Kini, keputusan seperti menaikkan
harga, menutup pabrik, memberhentikan karyawan secara massal, memindahkan
produksi keluar negeri untuk mengurangi biaya, dls, hanya dapat dibenarkan
dalam makna utiliter, sedangkan keputusan tidak dapat lagi dinilai hanya dari
kriteria tunggal tersebut.
Dikutip
dari tulisan :
1.
Agus,
Auladingsih, I Mas “Makalah Perilaku Individu”
2.
Dewi
Hanggraeni, “Perilaku Organisasi (Teori, Kasus, dan Analisis)”. Lembaga
Penerbit. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2011
Modul
Perancangan Organisasi (SDM) Ir. Farida MMA
Min boleh minta pdf buku dewi hanggraeni
BalasHapus