Kamis, 04 Juli 2013

KAJIAN TERMAL AKIBAT PAPARAN PANAS DAN PERBAIKAN LINGKUNGAN KERJA


Dibuat oleh     : Listiani Nurul Huda dan Kristoffel Colbert Pandiangan
Jurnal               : Jurnal Teknik Industri, Vol 14, No.2, Desember 2012
Sumber            : Jurnal Teknik Industri Petra

PENDAHULUAN
Kondisi termal tempat kerja merupakan suatu kondisi lingkungan kerja yang dipengaruhi oleh beberapa aspek lingkungan kerja fisik. Adapun aspek-aspek tersebut dapat berupa temperature, kelembaban relatif, pergerakan udara serta aspek personal seperti insulasi pakaian dan jenis kegiatan. Kondisi termal dapat mengakibatkan kenyamanan dan juga ketidaknyamanan dalam bekerja. Paparan panas akibat adanya temperature yang tinggi dalam ruangan kerja bisa ditimbulkan oleh kondisi ruangan, mesin-mesin ataupun alat yang mengeluarkan panas serta panas yang bersumber dari sinar matahari yang memanasi atap pabrik yang kemudian menimbulkan radiasi kedalam ruangan kerja produksi.

Menurut Prianto dan Depecker [12], pada hunian di lingkungan beriklim tropis terutama dengan kelembaban tinggi, kenyamanan lingkungan kerja tidak hanya tergantung pada banyaknya suplai udara segar ke dalam ruangan, tetapi juga tergantung pada kecepatan angin. Hal ini diperkuat oleh teori yang menyatakan bahwa kenyamanan termal dapat diprediksi dengan menggunakan indeks keefektifan bukaan (dalam m/s) dengan memasukkan temperatur kering dan kelembaban ke dalam persamaan Macfarlane. Teori ini juga didukung oleh penelitian Liping dan Hien [9] yang mengatakan bahwa ada dua cara dalam meningkatkan kenyamanan termal ruangan, yaitu meningkatkan kecepatan angin dan menentukan posisi serta ukuran bukaan yang tepat.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di ruangan formulasi salah satu pabrik anti nyamuk di kota Medan, Sumatera Utara. Waktu pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juli 2012. Responden yang digunakan sebagai objek penelitian adalah pekerja di ruangan formulasi. Data yang diambil pada penelitian ini adalah data kondisi termal dan data psikologi termal pekerja.
Metode audit termal yang digunakan pada penelitian ini adalah Heat Stress Index (HSI) dan Wet Bulb Globe Temperature (WBGT) atau sering pula disebut sebagai Indeks Suhu Bola Basah (ISBB). Metode HSI digunakan untuk melihat besarnya indeks tekanan paparan panas yang dirasakan pekerja dalam ruangan.

PROSEDUR KAJIAN TERMAL
Audit termal dilakukan melalui pengukuran langsung faktor-faktor lingkungan kerja fisik seperti temperatur udara, temperatur basah, temperatur kering, temperatur globe, kelembaban dan kecepatan angin. Pengukuran dilakukan pada 5 titik yang tersebar merata pada ruangan formulasi. Tingkat gradien ketinggian pengukuran terdiri dari 5 titik yaitu ketinggian 0,1m; 1,1m; 1,7m; 3m; 5m. Ketinggian 0,1 sampai 1,7m berdasarkan standar pengukuran ASHRAE 55, sedangkan ketinggian 3 sampai 5m digunakan untuk analisis penempatan ventilasi. Pengukuran dilakukan selama 5 hari kerja dari pukul 07.00 sampai 15.00 WIB (jam kerja aktif di ruangan formulasi) dengan interval waktu pengukuran selama 120 menit.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kenyamanan Termal
Berdasarkan hasil pengukuran selama 5 hari, maka diketahui bahwa temperatur udara paling tinggi berada pada 35,3oC, temperatur udara paling rendah berada pada 27,80C, dan temperatur udara rata-rata adalah 31,70C. Berdasarkan pengamatan, diketahui bahwa pengaruh radiasi sinar matahari memiliki peranan paling besar dalam meningkatkan paparan panas. Hasil pengujian korelasi juga menunjukkan bahwa faktor yang paling mempengaruhi indeks tekanan paparan panas adalah temperatur globe, kecepatan angin dan temperatur udara dengan nilai korelasi (r) sebesar 0,99875; -0,99536; 0,9531 secara berturut-turut. Hal ini diakibatkan ruangan formulasi menggunakan atap yang terbuat dari seng dan tanpa mengunakan langit-langit atau asbes, sehingga panas dari atap dengan cepat merambat. Berdasarkan hasil pengumpulan data, diketahui bahwa temperatur udara pada ketinggian 3 sampai 5m lebih tinggi dibandingkan temperatur udara pada ketinggian 0,1 sampai 1,7m. Hal ini menjadi salah satu pertimbangan dalam penentuan ketinggian bukaan ventilasi.

Pengukuran Waktu Kerja Produktif Dengan Activity Sampling
Secara rata-rata dapat diketahui bahwa waktu kerja produktif operator bagian formulasi adalah 76,58% dengan penyimpangan maksimum sekitar 5,91%. Angka ini berada di bawah standar yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu 85%. Hal ini mengindikasikan perbaikan sangat dibutuhkan dalam meningkatkan waktu kerja produktif operator formulasi setidaknya dapat memenuhi angka 85%.
Berdasarkan pengamatan secara langsung di lapangan juga menunjukkan bahwa banyaknya proporsi waktu idle operator ini diakibatkan oleh banyaknya operator tidak tahan berada di ruangan formulasi yang terpapar panas. Mereka mendinginkan temperatur tubuh dengan meninggalkan ruangan formulasi dan masuk ke ruangan kantor staf produksi yang menggunakan AC. Hal inilah yang menjadi alasan mereka ketika meninggalkan ruangan formulasi untuk mengambil waktu istirahat.

ASPEK PERANCANGAN DAN PERBAIKAN
Salah satu perancangan yang dibutuhkan dalam mengurangi panas di dalam ruangan adalah turbin ventilator. Pemasangan turbin ventilator didukung oleh adanya bukaan inlet dan outlet pada dinding bangunan. Bukaan ini ditempatkan pada ketinggian 4,75m dari lantai. Hal tersebut dilakukan supaya udara yang terpapar panas dari ketinggian 3 sampai 5m dapat disirkulasikan keluar ruangan.
Persyaratan kecepatan angin untuk menyatakan kenyamanan termal pada bangunan sangat dipengaruhi oleh temperatur internal dan kelembaban relatif (RH). Semakin tidak nyaman, kecepatan angin yang dibutuhkan semakin tinggi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dari pembahasan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa, hasil pengukuran menunjukkan bahwa rata-rata temperatur udara adalah 31,7oC, kecepatan angin 0,27m/s, kelembaban 68,21%, temperatur basah 26,18oC, temperatur kering 30,45oC, dan temperatur globe 31,35oC. Indeks paparan tekanan panas adalah 94,41% yang mengindikasikan bahwa ruangan formulasi tersebut sudah akan membahayakan kesehatan pekerja. Perhitungan ISBB menunjukkan bahwa persentase waktu istirahat seharusnya sekitar 1,45 jam menjadi 1 jam. Waktu kerja produktif operator yang terpapar panas berkisar antara (76,58±5,91)% dan tidak memenuhi standar perusahaan 85%.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar