Kamis, 10 Oktober 2013

Kelompok dan Tim Dalam Organisasi

Modul 5
KELOMPOK DAN TIM DALAM ORGANISASI

Kelompok dan Tim adalah dua konsep berbeda. Kelompok atau group didefinisikan sebagai 2 atau lebih individu yang saling bergantung dan bekerjasama, yang secara bersama berupaya mencapai tujuan bersama. Kelompok kerja (work group) adalah kelompok yang berinteraksi utamanya untuk saling berbagi informasi untuk membuat keputusan guna membantu satu sama lain dalam hal wilayah kewenangannya masing-masing. 

Kelompok kerja tidak memiliki kebutuhan ataupun kesempatan guna terlibat di dalam kerja kolektif yang memerlukan upaya gabungan. Akibatnya, kinerja mereka sekadar totalitas kontribusi dari seluruh individu anggota kelompok. Tidak ada sinergi positif yang menciptakan tingkat kinerja keseluruhan yang lebih besar ketimbang totalitas input yang mereka berikan. Sementara itu, Tim Kerja mengembangkan sinergi positif melalui upaya yang terkoordinasi. Upaya individual mereka menghasilkan suatu tingkat kinerja yang lebih besar ketimbang totalitas input para individunya. 

Konsep Dasar Kelompok
Nilai dan Norma – Kelompok mengembangkan pola hubungan sosialnya sendiri, termasuk kode dan praktek (norma) yang patut ditunjukkan lewat perilaku kelompok tersebut. Norma yang ada dalam kelompok yang sifatnya informal misalnya :
• Tidak menghasilkan output yang terlalu besar dibandingkan para anggota lain atau melebihi batasan produksi yang ditetapkan kelompok.
• Tidak menghasilkan produksi atau output yang lebih rendah ketimbang yang diberlakukan kelompok.
• Tidak mengatakan sesuatu pada supervisor atau manajemen yang bisa membahayakan anggota kelompok lainnya.
• Orang dengan otoritas atas anggota kelompok lain, semisal inspektur, seharusnya tidak mengambil keuntungan dari senioritasnya tersebut atau menjaga jarak sosial dengan kelompok.

Kelompok punya sistem sanksinya sendiri, termasuk tindakan kasar, merusak hasil pekerjaan, menyembunyikan peralatan kerja, meliciki inspektur, dan menghambat pekerjaan para anggota yang dianggap tidak sesuai dengan norma-norma kelompok. Ancaman kekerasan fisik juga kerap terjadi, dan kelompok telah mengembangkan sistem penghukuman terhadap para pelangga dengan meninju bagian atas tangan si pelanggar. Metode seperti ini telah dikenal sebagai pengendalian konflik di dalam kelompok.

Suatu penelitian yang dilakukan Economic & Social Research Council memberi perhatian pada pentingnya norma-norma sosial di antara para pekerja. Mereka menanyakan apakah pekerja dibimbing tidak hanya oleh insentif uang tetapi juga tekanan rekan kerja. 

Peran – Kelompok beda butuh peran beda dari anggotanya. Kita bisa memahami perilaku seseorang di situasi khusus jika kita tahu apa peran yang orang itu mainkan. Sehubungan dengan peran, sejumlah penelitian menyatakan kesimpulan berikut : (1) Orang punya beragam peran; (2) Orang belajar peran dari rangsangan di sekitar mereka seperti teman, buku, film, dan televisi; (3) Orang punya kemampuan berganti peran secara cepat tatkala mereka mengenali suatu situasi dan menuntut perubahan utama yang jelas; (4) Orang kerap mengalami konflik peran tatkala peran di satu situasi bertabrakan dengan peran di situasi lainnya.

Kohesivitas – Kelompok saling beda dalam hal kohesivitas. Kohesivitas adalah derajat mana anggota tertarik pada anggota lainnya dan termotivasi untuk tetap bertahan di dalam kelompok. Contoh, suatu kelompok adalah kohesiv karena para anggotanya meluangkan sejumlah besar waktu bersama. 

Ukuran – Ukuran menentukan perilaku keseluruhan dari suatu kelompok. Kelompok berukuran kecil lebih cepat menyelesaikan tugas ketimbang kelompok yang besar. Jika suatu kelompok terlibat dalam penyelesaian masalah, bagimanapun, kelompok besar secara konsisten dapat nilai yang lebih baik ketimbang yang lebih kecil. Kelompok besar lebih baik dalam beroleh masukan-masukan berbeda. Jadi jika sasaran kelompok adalah menemukan fakta, kelompok besar akan lebih efektif. Di sisi lain, kelompok kecil lebih baik dalam melakukan sesuatu yang produktif dalam hal inputnya. Kelompok yang terdiri atas 7 anggota cenderung lebih efektif dalam melakukan tindakan

Komposisi – Hampir sebagian kegiatan kelompok butuh variasi keahlian dan pengetahuan. Dengan demikian masuk akan guna menyimpulkan kelompok heterogen lebih mungkin punya kemampuan dan informasi berbeda dan sebab itu lebih efektif ketimbang kelompok yang homogen.

Status – Status adalah tingkat prestise, posisi, atau peringkat di dalam kelompok. Status bisa secara formal diterapkan oleh kelompok. Namun, kerap kita bicara status dalam konteks kelompok informal. Status bisa bersifat informal dan diperoleh berdasarkan pendidikan, usia, jenis kelamin, keahlian, ataupun pengalaman. Segala status bisa punya nilai status jika orang lain di dalam kelompok memandang status tersebut berharga. Harus dipahami bahwa status informal tidak kurang penting ketimbang status formal. 



Kelompok Formal dan Informal
Kelompok secara sengaja direncakan dan diciptakan oleh manajemen selaku bagian dari struktur organisasi formal. Kendati begitu, kelompok juga muncul lewat proses sosial dan organisasi informal. Organisasi informal muncul lewat interaksi antar pekerja di dalam organisasi dan perkembangan kelompok dengan tata hubungan dan norma perilaku mereka sendiri, kendati tidak digariskan lewat struktur formal organisasi. Dengan demikian, terdapat perbedaan antara kelompok formal dan informal.

Kelompok Formal – Kelompok ini dibangun selaku akibat dari pola struktur organisasi dan pembagian kerja. Contoh, pengelompokan kegiatan-kegiatan yang serupa ke dalam satu kelompok. Kelompok merupakan hasil dari sifat teknologi yang diterapkan perusahaan dan cara dalam mana pekerjaan dilakukan. Contoh, mengelompokkan sejumlah orang yang pekerjaannya berhubungan dengan pelaporan keuangan dan perakitan komponen. Kelompok juga terjadi tatkala sejumlah orang di tingkat atau status yang sama dalam organisasi memandang diri mereka sebagai satu kelompok. Contoh, kepala-kepala departemen suatu perusahaan industri baja atau kepala-kepala dinas suatu kabupaten.

Kelompok formal tercipta guna mencapai tujuan organisasi tertentu dan amat memperhatikan kegiatan kerja yang terkoordinasi. Orang disatukan bersama berdasar peran yang telah ditentukan di dalam struktur organisasi. Sifat dari pekerjaan yang dilakukan adalah sifat dominan dari kelompok formal. Sasaran diidentifikasi oleh manajemen, dan aturan-aturan tertentu, selanjutnya aturan-aturan tertentu, hubungan dan norma perilaku tercipta.

Kelompok formal cenderung relatif permanen, kendati terdapat perubahan keanggotaan aktualnya. Kendati demikian, kelompok formal temporer ini juga diciptakan oleh manajemen, misalnya penggunakan tim-tim proyek dalam organisasi bersifat matriks. Kelompok kerja formal dapat dibedakan lewat sejumlah cara, semisal berdasar keanggotaan, tugas yang dilakukan, sifat teknologi, atau posisi di dalam struktur organisasi.

Kelompok Informal – Di dalam struktur organisasi formal, selalu terdapat struktur informal. Struktur organisasi formal dan sistem hubungan peran, peraturan, dan prosedur di antara para anggotanya, akan ditambahi oleh penafsiran dan pengembangan di tingkat informal. Kelompok informal didasar lebih pada hubungan dan persetujuan informal di antara para anggota kelompok ketimbang hubungan peran yang telah ditentukan manajemen. Hubungan informal tersebut guna memuaskan kebutuhan sosial dan psikologis yang tidak mesti berhubungan dengan tugas yang harus mereka laksanakan. Kelompok mungkin saja menggunakan aneka cara guna memuaskan afiliasi anggota dan motivasi sosial lainnya yang dianggap kurang dalam situasi kerja, utamanya dalam organisasi industri. 
Keanggotaan dalam kelompok informal dapat lintas struktur formal. Mereka terdiri atas individu dari bagian organisasi yang berbeda ataupun tingkatan yang berbeda pula, baik vertikal, diagonal, dan horisontal. Kelompok informal dapat serupa dengan kelompok formal, ataupun bisa pula terdiri atas sebagian kelompok formal. Anggota kelompok informal mengangkat pemimpin informalnya sendiri yang nantinya menjalankan otoritas dengan persetujuan dari para anggota. Pemimpin informal dipilih dengan kriteria bahwa mereka mewakili nilai dan sikap para anggota, membantu menyelesaikan konflik, memimpin kelompok dalam memuaskan kebutuhannya, atau bernegosiasi dengan manajemen atau orang lain di luar kelompoknya

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjhbiyk38fwi1SGV9TNRF0pjcoAFZmG3NW0q-oXuJac6cOroLIaj7RDnLvrlrkLGzGIQpCmIOgeIPrsKHi6EU6GaHJdCCZcHL_PsE2HsQafnJqXQaIYd4nd9L_fuF7_DyqLy21ldD98LbY/s400/1.PNG

Fungsi Utama Kelompok Informal

Pelestarian “budaya” kelompok informal. Budaya dalam konteks ini berarti seperangkat nilai, norma, dan keyakinan yang menciptakan pedoman penerimaan dan perilaku kelompok. Kecuali anda menerima budaya ini, anda tidak akan pernah menjadi anggotanya. Anda akan dianggap “orang luar” atau “diisolasi.”

Pemeliharaan sistem komunikasi. Kelompok menginginkan seluruh informasi yang berdampak pada kesejahteraan mereka, baik positif ataupun negatif. Jika kelompok menentang suatu kebijakan atau motif di belakang suatu tindakan manajemen, mereka akan mencari pijakan lewat saluran komunikasi formal dan menyebarkan informasi tersebut ke tiap-tiap anggota organisasi.

Pelaksanaan kontrol sosial. Konformitas atas suatu budaya kelompok dikuatkan oleh teknik-teknik yang konyol, penghambatan, dan kekerasan.
Provisi minat dan kesenangan di dalam kehidupan kerja. Banyak pekerjaan sifatnya monoton dan gagal meraih atensi pekerja. Kerja juga sedikit menawarkan prospek masa depan yang baik. Pekerja mencoba melakukan kompensasi lewat hubungan interpersonal yang disediakan oleh kelompok dan di dalam aktivitas tersebut, waktu luang digunakan untuk “ngegosip”, “mokay”, “ngebanyol”, “dugem” dan “ngedrink”.

Robbins menyebut sejumlah klasifikasi kelompok, yang menurutnya terdiri atas : (1) Kelompok Komando, (2) Kelompok Pekerjaan, (3) Kelompok Kepentingan, dan (4) Kelompok Pertemanan. Kelompok 1 dan 2 ada dalam ikatan kelompok formal, sementara kelompok 3 dan 4 ada dalam ikatan kelompok informal.

Kelompok Komando ditentukan oleh bagan organisasi. Ia terdiri atas bawahan yang melapor langsung pada manajer tertentu. Kepala sekolah SD berikut 12 gurunya membentu kelompok komando. Kelompok Pekerjaan juga ditentukan secara organisasional, mewakili orang-orang yang bekerja secara bersama guna menyelesaikan pekerjaa. Kendati begitu, batasan kelompok pekerjaan tidak terbatas pada atasan langsungnya secara hirarkis. Ia bisa lintas hubungan komando. Misal, jika seorang mahasiswa STIA Sandikta dituduh dalam kasus kriminal, kasus tersebut membutuhkan komunikasi dan koordinasi diantara Pembantu Ketua, Senat Mahasiswa, BAAK, bagian keamanan, dan Penasehat Akademik. Bentuk koordinasi tersebut membentuk kelompok kerja. Harus dipahami, seluruh kelompok komando juga merupakan kelompok pekerjaan, tetapi karena kelompok pekerjaan dapat lintas organisasi, maka kelompok pekerjaan tidak otomatis dianggap kelompok komando.

Orang yang tergabung ke dalam baik kelompok kerja ataupun kelompok komando bisa berafiliasi dengan suatu tujuan spesifik yang menarik perhatiannya. Ini adalah kelompok kepentingan. Pekerja yang tergabung bersama guna menggagas piknik, membela rekannya yang dipecat secara tidak hormat, atau mencari tunjangan perusahaan merupakan bentuk kegiatan kelompok kepentingan.

Kelompok juga kerap dibangun akibat para anggota secara individual punya satu atau beberapa karakteristik yang sama. Ini bisa disebut kelompok pertemanan. Kesetiaan sosial, yang kerap meluas hingga keluar situasi kerja, dapat didasarkan pada, sebagai contoh kesamaan usia atau asal-usul etnis, dukungan pada kesebelasan Manchester United, atau kesamaan garis politik selaku pendukung Partai Keadilan Sejahtera. Kelompok informal menyediakan fungsi penting dengan memuaskan kebutuhan sosial anggotanya. Berikut adalah alasan mengapa orang bergabung ke dalam kelompok :
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgtSkABN0ukjPr8UGWc3-ZX1TOtM7ErWpDpqWJ_bXlWLGZIquFIbITCD7DlCOM2FN-aaLOIz0nn4y_4Edk-0e4Z6iQXGvuKls_MSHzVKMRvsiXZZPQHGblise9qafc8fMQJS84m4LG0PcE/s400/2.PNG
Beda Kelompok dan Tim dalam Konteks Kerja
Stephen Robbin melakukan pembedaan antara Kelompok Kerja dan Tim Kerja berdasarkan 4 variabel yaitu : Sasaran, Sinergi, Akuntabilitas, dan Keahlian. Perbedaannya sebagai berikut :
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhLsxQKf8hmar16lBIWsDDbPHQXmGwZz2Cp311ivTMsoA6zLTOvYFm603q1hHDu6DKxeXS2uZYAO7Wa_QEoo6K5GveGIIm8ZZvgPaHpR6Kv2wc50_y5XUIcjGybCLn8jgbEtC0R1FdIAaQ/s400/3.PNG
Sementara itu, penulis lain seperti Laurie J. Mullins membedakan Kelompok dan Tim berdasarkan 6 variabel yaitu : Ukuran, Seleksi, Kepemimpinan, Persepsi, Gaya, dan Semangat. Taksonomi beda lengkapnya sebagai berikut : 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiofwq_jb4sQGKDodFfQPpLO9_SVhG489ltjbb_j21oE5PcQ9WQaT7t3f4szeA8C8oARhTYHKMiOpQktzHuHbLdLE5mlSx4CEkRm6D17JhRZkQcNWW6sN5r_1ffjta49iIiNXltGdNcby8/s400/4.PNG

Jenis-jenis Tim
Tim dapat diklasifikasikan berdasar tujuannya. Terdapat 4 bentuk umum dari tim yang biasa kita temukan sehari-hari yaitu : Tim Problem-Solving, Tim Self-Managed Work, Tim Cross-Functional, dan Tim Virtual. 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgq6tYp9pKOqxZNdtgc4_WGUbtCgFTDY_9fXEIPfDxJ3oYy1TH_ZZvYiti1vYzI5veAaBBVqxHZ9rfmsiN1ga5papiQinroY7NUDvRprQZ22xE2uiXvPDnKwOEnKGli_fljne4KPfhyphenhyphenUp0/s400/5.PNG
Tim Problem-Solving – Kata tim mulai populer sejak 1980-an. Bentuk tim, pada awalnya, cukup sama satu sama lain. Mereka umumnya terdiri atas 4 hingga 12 pekerja yang dibayar per jam dari departemen yang sama yang saling bertemu dalam sejumlah jam tiap minggu guna membahas peningkatan kualitas, efisiensi, dan lingkungan kerja. Tim seperti ini disebut Tim Problem-Solving.

Dalam tim jenis ini, para anggota saling berbagi gagasan dan menawarkan saran seputar bagaimana proses dan metode kerja dapat ditingkatkan. Jarangkali, kendati begitu, tim-tim ini diberikan otoritas untuk secara unilateral (sendirinya) menerapkan saran mereka ke dalam tindakan. Satu hal yang dikenal sebagai bentuk Tim Problem-Solving adalah Lingkar Kualitas. Ini merupakan tim kerja terdiri atas 8 hingga 10 pekerja dan supervisor yang saling berbagi gagasan wilayah kewenangan dan bertemu secara teratur guna mendiskusikan masalah kualitas mereka, menyelidiki sebab-sebab masalah, dan merekomendasikan penyelesaian.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiTZpUoyWXUcICeGkqj82P6W6tTrjXo-aWQd8vJy_OUYkaDx8spfVxBbrc5gvPTolWle1Pa9inycUNrYu_t7owZPVJKnnQGJ7-kxSHLJDIEY3cX6M_R5hJBEYnVzPtrI-XW4bsuOTrq_RM/s400/6.PNG
Tim Self-Managed Work – Tim Problem-Solving sudah ada di jalur yang benar, tetapi mereka tidak beranjak jauh dalam hal pelibatan pekerja dalam proses pembuatan keputusan yang berhubungan dengan suatu pekerjaan. Kekurangan ini mendorong eksperimen dari tim yang benar-benar otonom yang tidak hanya bercorak problem-solving melainkan juga menerapkan penyelesaian dan punya kewenangan penuh atas hasil-hasilnya. 

Tim Work Self-Managed umumnya terdiri atas 10 hingga 15 orang yang ambil tanggung jawab dari supervisornya. Khususnya, tanggung jawab ini termauk kendali menyeluruh atas kecelakaan kerja, menentukan penilaian pekerjaan, pemecahan organisasi, dan pilihan prosedur-prosedur pemeriksaan secara kolektif. Tim ini bahkan memilih sendiri anggotanya. Xerox, General Motors, Coors Brewing, PepsiCO, Hewlett-Packard, Honeywell, M&M/Mars, dan Aetna Life adalah sejumlah nama populer yang telah mengimplementasikan tim self-managed work. Perkiraan menyebut sekitar 30% pekerja Amerika Serikat menggunakan bentuk tim, dan diantara firma-firma besar, jumlah tersebut mendekati angka 50%.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjEFa0A04Nq0B-YktOfmKRUdCtfOqhTAqDi2M8ftrr93lZA1cE77dkx68Tr3lg6FuO8uUGGUcBLGwwwb85iiL0BFxaNpVzBVysbcWNGmH2QvnPq8ZG8wBq6Hqa3Uxjremn5Mzku1sxPK2Q/s400/7.PNG

Tim Cross-Functional – Custom Research, Inc, firma riset pemasaran di Minneapolis, Amerika Serikat telah secara historis mengorganisir departemen-departemen yang bersifat fungsional, tetapi manajemen senior menyimpulkan bahwa departemen-departemen tersebut tidak memenuhi kebutuhan yang berubah dari klien-klien firma. Jadi, gagasan dibalik tim adalah memiliki segala aspek kerja yang dibutuhkan klien dan dipegang oleh satu tim ketimbang tersebar di aneka departemen. Tujuannya untuk meningkatkan komunikasi dan penelusuran catatan kerja, yang akan membawa pada peningkatan produktivitas dan kepuasan klien.

Organisasi di atas mencerminkan Tim Cross-Functional. Tim ini terdiri atas pekerja-pekerja dari tingkat hirarki yang serupa tetapi beda wilayah pekerjaannya. Mereka bergabung bersama guna menyelesaikan suatu pekerjaan.

Banyak organisasi sudah menggunakan Tim Cross-Functional seperti ini semisal IBM membentuk gugus tugas tahun 1960-an yang terdiri atas pekerja lintas departemen dalam perusahaan guna mengembangkan Sistem 360 yang sukses. Gugus tugas tiada lain melainkan Tim Cross-Functional yang sifatnya temporer. Namun, ledakan penggunaan Tim Cross-Functional terjadi di tahun 1980-an yang dilakukan oleh Toyota, Honda, Nissan, BMW, General Motors, Ford, dan DaimlerChrysler.

Sebagai contoh, antara tahun 1999 hingga Juni 2000 manajemen senior IBM menarik 21 pekerja dari sekitar 100 ribu staf teknologi informasinya guna beroleh saran bagaimana perusahaan bisa cepat menyelesaikan proyek dan memasarikan produk secara cepat ke pasar. Ke 21 anggota dipilih karena mereka punya karakteristik yang serupa dimana mereka pernah berhasil memimpin proyek-proyek berjangka cepat. “Speed Team”, demikian julukan tim tersebut, bekerja selama 8 bulan saling berbagi informasi, menguji perbedaan antara proyek-proyek berjangka cepat dan lambat, dan bahwa melahirkan rekomendasi-rekomendasi seputar bagaimana IBM bisa mempercepat produksinya. 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiDjQO434AgnYC-X-Se_V7aio3-rCH_Io8ceuglR7biAcC90cuB9AVeyR7pRRi-xmaCoCMZwH2azwklz06XXRCbUCw9RU6olXipptXB2Fb8ltwe6HkshAjjxvIvn3N9yMBTvWZz4553uzk/s400/8.PNG

Tim Virtual – Tim-tim yang telah dibahas melakukan pertemuan face-to-face. Tim Virtual menggunakan teknologi komputer guna menghubungkan orang-orang yang terpisah secara fisik guna mencapai sasaran bersama. Teknik tersebut memungkinkan orang saling bekerjasama secara online, kendati mereka dipisahkan ruangan ataupun benua. 

Tim Virtual dapat melakukan banyak hal ketimbang tim-tim lainnya, misalnya saling berbagi informasi, membuat keputusan, merampukngkan pekerjaan. Mereka terdiri atas para anggota dari organisasi yang sama ataupun hubungan anggota organ dengan para pekerja dari organisasi lain semisal supplier ataupun partner perusahaan. 

Terdapat 3 faktor utama yang membedakan Tim Virtual dengan tim-tim lain yang face-to-face, yaitu : (1) Ketiadaan komunikasi lisan-fisik; (2) terbatasnya konteks sosial, dan (3) kemampuan mengatasi masalah waktu dan hambatan tempat. Dalam komunikasi face-to-face, orang menggunakan paraverbal seperti nada suara, intonasi, dan volume suara serta nonverbal seperti gerak mata, roman muka, gerak tangan, dan bahasa tubuh lainnya. Keduanya semakin menjelaskan komunikasi, tetapi kini tiada di dalam Tim Virtual. Tim Virtual menderita kekuarangan laporan sosial dan interaksi langsung yang kecil diantara para anggotanya. 

Perusahaan seperti Hewlett-Packard, Boeing, Ford, VeriFone, dan Royal Dutch/Shell menjadi pengguna utama Tim Virtual ini. VeriFone, contohnya, perusahaan perakit mesin pembaca informasi kartu kredit, di mana penggunaan Tim Virtuallnya memungkinkan 3000 karyawannya, yang berlokasi di seluruh penjuru dunia, untuk kerja bersama mendesain proyek, merencanakan pemasara, dan membuat presentasi penjualan. Lebih jauh, wakil presiden VeriFone menyatakakan “Kami tidak memindahkan orang. Jika seseorang nikmat tinggal di Colorado dan bisa melakukan pekerjaan dari sana, kenapa kami harus mengintimidasinya?”

Ukuran efektivitas suatu tim kerja tersembul di bawah ini :
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiZklaFMPWm-597vKKPpukwIaoMO3fxJDbYmGwaHI5i6LbltkEq2HA-VD6F5Y3zk5oXbpmAHQKfz2sJ_XROTjEf7WRJFKpILtkoqDq9bkpShqOoEmIvAO1Tyr6av2VUCb6SsBR05zByvfY/s400/9.PNG

Desain kerja – Kategori desain kerja termasuk variabel-variabel seperti kemerdekaan dan otonomi, kesempatan menggunakan aneka keahlian dan bakat, kemampuan menyelesaikan pekerjaan atau menciptakan produk, dan mengerjakan tugas atau proyek yang punya dampak signifikan atas orang lain.

Komposisi – Kategori ini terdiri atas variabel-variabel yang berhubungan dengan bagaimana tim harus diisi, lewat:
(1)   Kemampuan, dalam tim dibutuhkan orang yang ahli dalam membuat keputusan dan problem solving, teknis, dan interpersonal skill; 
(2) Personalitas, yaitu The Big Five personality seperti ada dalam pendekatan sifat dalam kepemimpinan; 
(3)  Pengalokasian peran dan keragaman, yaitu tim harus memiliki 9 peran, yaitu :

• creator-inovator – menginisiatif gagasan kreatif;
• explorer-promoter – juara gagasan setelah dimulai;
• assessor-developer – menganalisa pilihan keputusan;
• thruster-organizer – menyediakan struktur;
• concluder-producer – menyediakan arah dan mengikutinya;
• controller-inspector – memeriksa rincian;
• upholder-maintainer – bertarung di pertempuran luar;
• reporter-adviser – menjadi informasi seluas-luasnya;
• linker – mengkoordinir dan mengintegrasikan.

(4) Fleksibilitas anggota – Tim terdiri atas individu-individu fleksibel yang anggotanya dapat saling melengkapi tugas satu sama lain. Ini nyata berguna bagi suatu tim karena secara signifikan mampu meningkatkan adaptabilitas dan membuatnya kurang kaku bagi anggota tertentu. Jadi, pemilihan anggota dilancarkan atas mereka yang memiliki nilai fleksibilitas, laku latih secara silang guna saling mengerjakan pekerjaan anggota lain.

Konteks – Tiga kontekstual faktor yang muncul paling signifikan sehubungan dengan kinerja tim adalah adanya sumber daya yang mencukupi, kepemimpinan yang efektif, dan evaluasi kinerja dan sistem reward yang mencerminkan kontribusi tim.
·         Sumber daya mencukupi. Kelompok kerja adalah bagian kecil dari bagian besar sistem organisasi. Seluruh tim kerja bersandar pada sumber daya di luar kelompok agar tetap hidup. Kelangkaan sumber daya langsung mengurangi kemampuan tim untuk bekerja secara efektif. Faktor yang paling penting dari sumber daya ini adalah dukungan dari organisasi secara keseluruhan. 
·         Kepemimpinan dan Struktur. Anggota tim harus setuju siapa melakukan apa dan memastikan seluruh anggota berkontribusi secara sama dalam berbagi beban kerja. Selaku tambahan, tim butuh menentukan bagaimana jadual dirancang, skill apa dibutuhkan untuk maju, bagaimana kelompok menyelesaikan konflik, dan bagaimana kelompok membuat dan memodifikasi keputusan. Kepemimpinan tidak selalu dibutuhkan. Contoh, bukti-bukti menunjukkan bahwa tim yang bekerja secara mandiri (self-managed work team) kerap menunjukkan kinerja yang lebih baik kenimbang tim yang punya pemimpin yang secara formal diangkat. Pemimpin dapat merusak kinerja baik tatkala mereka ikut campur dalam tim self-managed work. Dalam Tim Self-Managed Work, anggota tim menyerap banyak pekerjaan yang diasumsikan oleh manajer. 
·         Evaluasi Kinerja dan Sistem Reward. Secara tradisional, evaluasi berorientasi individu dan sistem reward harus dimodifikasi guna merefleksikan kinerja tim. Evaluasi kinerja individu seperti upaya resmi per jam, insentif individu, dan sejenisnya tidak konsisten dengan perkembangan kinerja tinggi yang ditunjukkan tim. Jadi, selaku tambahan guna pengevaluasian dan mereward pekerja bagi kontribusi individualnya, manajemen harus mempertimbangkan appraisal berdasar kelompok, pembagian keuntunga, perolehan sahan, insentif kelompok kecil, dan modifikasi sistem lainnya yang akan menguatkan upaya dan komitmen tim. 

Proses – Kategori terakhir berhubungan dengan efektivitas tim adalah variabel proses. Variabel-variabel proses terdiri atas komitmen anggota terhadap tujuan, pembentukan sasaran tim secara khusus, efikasi tim, manajem konflik yang terorganisasi baik, dan pengurangan social loafing.

• Tujuan Bersama. Tim yang efektif harus punya tujuan bersama dan bermakna yang menyediakan arahan, momentum, dan komitmen di antara anggoanya. Tujuan ini sebuah visi. Ia lebih luas ketimbang sasaran tertentu saja. 

• Sasaran Spesifik. Tim yang sukses menerjemahkan tujuan bersama mereka ke dalam sassaran kinerja yang realistik, spesifik, dan bermakna. 

• Efikasi Tim. Tim yang efektif punya kepercayaan diri. Mereka yakin mereka akan berhasil. Sukses melahirkan sukses. Tim yang telah sukses meningkat keyakinan mereka untuk meraih sukses di masa datang. Ia akan memotivasi mereka lebih keras lagi. 

• Tingkat Konflik. Konflik dalam tim tidak selamanya buruk. Tim yang sama sekali tidak pernah terlibat konflik akan mandek dan apatis. Jadi, konflik sebenarnya meningkatkan efektivitas tim, kendati tidak semua konflik. Konflik hubungan yang berdasarkan ketidaknyamanan antar individu, ketegangan, dan permusuhan terhadap orang lain selalu bersifat disfungsi, merugikan. Kendati begitu, pada tim yang menunjukkan kegiatan nonrutin, ketidaksetujuan antar anggota seputar pekerjaan tidak merusak. 

• Social Loafing. Individu dapat bersembunyi di dalam kelompok. Mereka dapat terlibat dalam social loafing dalam upaya kelompok karena kontribusi individu tidak bisa diidentifikasi secara mudah. Tim yang efektif menggarisbawahi kecenderungan ini dengan menahan mereka yang akuntabel baik di tingkat individu ataupun tim. 

PROSES MEMBANGUN TIM

Tidak ada satu cara khusus yang dipakai untuk membangun sebuah tim. Tujuan untuk membangun tim yang bersemangat, memiliki kedekatan, saling percaya, dan produktif dapat dilakukan dengan banyak cara. Apapun caranya, hal yang penting diingat adalah tim itu sendiri harus mengembangkan kemampuan mengidentifikasikan persoalan kerja mereka dan sekaligus juga memecahkannya. Lima tahap atau langkah yang umumnya dilakukan dalam membangun sebuah tim diuraikan di bawah ini.

Langkah I . Membentuk Struktur Tim
Setiap tim harus bekerja dengan suatu struktur yang memadai agar berdaya menangani isu-isu berat dan memecahkan persoalan-persoalan yang rumit. Walau struktur bisa berbeda antara perusahaan satu dengan lainnya, namun komponen yang umumnya ada meliputi :
·           Tim Pengarah, yang terdiri atas manajer-manajer tingkat atas, pimpinan serikat kerja (kalau ada), manajer lini, penyelia, pimpinan tim, dan orang-orang penting lainnya. Seperti seorang pilot, kelompok tersebut menetapkan seperangkat tindakan dan berperan sebagai nara sumber dan pemberi umpan balik atas kegiatan tim
·           Perancang Tim, merupakan tim lintas sektoral yang mencakup anggota-anggota dari semua jenjang dan fungsi dalam organisasi. Anggotanya terdiri atas para penyelia dan para manajer.
·           Pemimpin, merupakan unsur penting bagi keberhasilan tim. Pemilihan pemimpin merupakan faktor penting, mereka harus yang bergaya partisipatif. Pemimpin tipe X kurang tepat untuk diminta sebagai pemimpin tim.
·           Rapat-rapat, merupakan aktivitas yang terpenting. Agenda ini harus difasilitasi dan dilakukan relatif sering. Pimpinan harus dilatih untuk mengelola proses rapat dan proses terjadinya hubungan antar pribadi. Proses rapat antara lain mencakup perencanaan dan penggunaan agenda, mengelola jalannya rapat, mendistribusikan notulen rapat, mengatur bahan dan waktu rapat. Saat rapat berlangsung pimpinan rapat harus mampu meningkatkan partisipasi semua anggota untuk mengeluarkan gagasannya, mengatasi pertentangan akibat adanya perbedaan pendapat, menangani anggota-anggota yang “sulit”, dan menciptakan suasana rapat yang dinamis.
·           Proses konsultasi. Kehadiran pihak ketiga dalam upaya membimbing, mengajar, membantu menyelesaikan konflik, kadang sangat diperlukan. Karena sesungguhnya mereka bukan anggota tim, konsultan dapat memberikan tantangan bagi anggota tim. Mereka bisa lebih obyektif dan bisa lebih bebas bekerja dan berpendapat ketika membantu tim. Konsultan juga bisa membantu membangun aturan-aturan dan cara-cara kerja. Mereka bisa diminta untuk mendidik anggota tim dalam menggunakan peralatan, metode kerja, dan memecahkan masalah agar tim bisa lebih produktif.

Langkah II : Mengumpulkan informasi
Membangun tim harus dimulai dengan penilaian diri anggota kelompok (self-assesment), untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan yang dimiliki oleh setiap anggota. Pengembangan tim dapat ditetapkan berdasarkan data yang diperoleh dari survai tentang sikap, wawancara dengan anggota tim, dan pengamatan atas diskusi-diskusi kelompok. Cara-cara tersebut bermanfaat untuk menilai sejumlah hal, antara lain iklim komunikasi, rasa saling percaya, motivasi, kemampuan memimpin, pencapaian konsensus, dan nilai kelompok. 

Langkah III : Membicarakan Kebutuhan
Informasi yang diperoleh dalam langkah II harus dirangkum dan diumpan-balikan kepada anggota tim. Tim harus mendiskusikannya secara terbuka, dan mencoba menginterpretasikannya. Melalui proses ini akan ditemukan sejumlah kebutuhan ; kekuatan yang ada harus dicoba dipertahankan dan dikembangkan sedangkan kelemahan harus segera diatasi. Proses ini bisa berlangsung dalam beberapa kali pertemuan guna menemukan hal-hal yang memang sangat dibutuhkan. Proses ini sangat penting dalam upaya untuk menetapkan sendiri tujuan tim. Melalui pemahaman atas kekuatan dan kelemahan diri sendiri, tim sudah dalam kondisi siaga untuk mendiagnosis masalah dan menemukan jalan keluarnya.

Langkah IV : Merencanakan sasaran dan menetapkan cara pencapaiannya.
Begitu isu-isu diklarifikasikan, tim harus menetapkan tujuan dan misinya, serta menetapkan prioritas kegiatan. “Perhaps most importantly, a team must have a shared sense of mission. Whether we are talking about a temporary work improvement team, or branch, all members must share the sense of mission”[1]  Hal yang paling utama dilakukan oleh tim adalah bekerja pada isu yang oleh anggota dianggap paling penting. Dengan agenda yang ditetapkan sendiri, tim akan lebih komit pada proses pelaksanaan dan pengembangannya. Kelompok harus mengembangkan skedul tentatif dan rencana tindakan guna mencapai tujuan. Konsultan akan sangat membantu dengan cara memberikan saran-saran tentang teknik atau kegiatan yang mungkin dilakukan dalam upaya mencapai tujuan. Pengembang organisasi atau spesialis pelatihan harus mengetahui jenis-jenis latihan, film, modul-modul, atau studi kasus, guna membantu kelompok agar bisa mengembangkan ketrampilan yang diperlukan bagi efektivitas kerja tim.

Langkah V : Mengembangkan Ketrampilan
Sebagian besar proses “pembangunan tim” akan memusatkan kegiatannya pada pengembangan ketrampilan yang diperlukan untuk menciptakan tim yang berkinerja tinggi. Seperti halnya para atlit olah raga, setiap anggota tim harus belajar bermain, bergerak, dan mempraktekan ketrampilan mereka. Beberapa jenis ketrampilan yang sangat diperlukan dalam membangun tim yang baik adalah :
1.       Kesadaran untuk mengembangkan kelompok.
Harus disadari oleh semua anggota tim bahwa kemajuan suatu tim dilakukan melalui tahapan-tahapan yang bisa diprediksi, yaitu fase orientasi, fase evaluasi, dan fase kontrol. Fase orientasi ditandai oleh adanya ragu-raguan para anggota kelompok akan peran mereka. Mereka kurang memahami apa yang harus mereka lakukan selaku anggota tim. Pada fase evaluasi, anggota cenderung meng- alami konflik yang disebabkan oleh kekurang-setujuan mereka terhadap cara-cara penyelesaian tugas. Dalam fase ini kelompok bisa terpecah-pecah dalam beberapa koalisi. Dalam fase kontrol, kelompok kembali bersatu, karena mereka mulai memahami satu sama lainnya.
Apa yang terjadi di atas merupakan gejala normal yang banyak terjadi. Faktor kepemimpinan merupakan hal yang paling krusial dalam hal ini. Jika pimpinannya baik maka ketiga fase tersebut tidak berlangsung lama, sehingga tim dapat segera bisa berfungsi.

2.       Klarifikasi Peran
Bahkan ketika tim sudah mulai bekerja, kadang mereka masih bingung tentang apa yang harus mereka lakukan, dan juga siapa yang harus melakukannya. Dalam upaya mencapai tugas-tugas kelompok, setiap anggota harus memahami peran mereka masing-masing. Mereka harus tahu dengan baik apa yang harus mereka kerjakan dan juga batas-batas kewenangannya. “Team members must know what others expect from them. Ambiguity in role expectations produces stress and hampers performance”[2]
Uraian jabatan formal seringkali tidak sesuai dengan harapan masing-masing anggota, oleh karena itu pembagian peran sebaiknya dibicarakan bersama. Dalam diskusi ini harus dibahas misi kelompok, kepada siapa kelompok harus melaporkan hasil kerjanya?, kewenangan apa yang dipunyai kelompok?, siapa yang menentukan pimpinan mereka?, apakah anggota kelompok setuju pada pembagian pekerjaan?, dan apakah peran masing-masing anggota kelompok tidak bertentangan atau tumpang tindih satu sama lainnya?.
Seperti hanya dengan anggota tim olahraga, kelompok kerja memerlukan pengetahuan tentang apa yang dimainkan oleh dirinya dan diri anggota lainnya. Berdiskusi dengan tujuan menjernihkan atau mengklarifikasikan peran masing-masing anggota merupakan agenda penting untuk memulai kerja dalam tim. 

             3. Pemecahan Masalah.
Memahami bagaimana menggunakan teknik-teknik pemecahan masalah merupakan hal penting yang menunjang keberhasilan kerja tim. Setiap anggota tim harus bisa berpartisipasi menggunakan beberapa cara dasar dalam memecahkan masalah di bawah ini :
·         Diagram Pareto, menggambarkan masalah-masalah yang dihadapi oleh tim. Setiap “bar” menunjukan tingkat seringnya masalah tertentu muncul, atau biaya yang diakibatkan oleh adanya masalah. Tim harus berupaya untuk memecahkan masalah yang sering muncul atau yang dampaknya paling merugikan.
·         Diagram Alur Kerja, menggambarkan langkah-langkah kerja yang harus dilakukan mulai dari awal sampai dengan akhir. Dengan mempelajari diagram tersebut setiap anggota dapat membayangkan proses kerja tim secara keseluruhan.
·         Diagram Sebab-Akibat, biasanya juga disebut dengan nama diagram “tulang ikan”. Di dalamnya tertera masalah utama dan secara berurutan hal-hal lain yang diperirakan sebagai penyebab munculnya masalah.
·         “Brainstorming”, setiap anggota kelompok diberi kesempatan untuk mengembangkan gagasan-gagasan sebebas dan sebanyak mungkin. Setiap gagasan dituliskan dalam “flip-chart”. Anggota tidak diperkenankan untuk “membunuh” gagasan segila apapun. Melalui cara ini diharapkan muncul pemikiran kreatif guna pemecahan masalah.
·         Rencana tindakan, memungkinkan apa yang telah diputuskan untuk segera dilaksanakan. Peran dan tanggungjawab diberikan, Laporan diperlukan. Biasanya temuan-temuan dan rencana tindakan disajikan di hadapan manajemen atau panitia pengarah untuk memperoleh persetujuan, atau sebagai informasi dan komunikasi.
·         Bagan pertanggung-jawaban menggambarkan kegiatan-kegiatan, waktunya, tekniknya, dan orang yang melaksanakannya. Adanya bagan ini semua anggota tim mengetahui secara rinci keseluruhan proses kegiatan yang sedang berlangsung.

Pelatihan yang komprehensif, diikuti oleh pelatihan individual, membantu anggota tim menerapkan alat-alat di atas dengan benar. Setiap orang harus bekerja dan senantiasa memperbaiki ketrampilannya. Bangsa Jepang menyebutnya “Kaizen”.

4.       Konsensus dalam mengambil keputusan.
Sebagian besar keputusan di tempat kerja dibuat oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Konsensus terjadi manakala semua anggota mengatakan : “Saya sepakat dengan keputusan itu, walau tidak 100% setuju, namun saya sangat mendukungnya”. Konsensus berbeda dengan demokratis. Keputusan yang diambil secara demokratis mengandalkan pada suara terbanyak, artinya masih ada anggota tim yang tidak setuju, yaitu minoritas. Pihak yang tidak setuju biasanya tidak sungguh-sungguh bersedia melaksanakan hasil keputusan. Dalam teknik pengambilan keputusan melalui konsensus yang sebenarnya, keputusan diambil setelah semua anggota setuju. Melalui penambahan waktu dan kesabaran, setiap anggota mengemukakan secara panjang lebar pendapatnya sehingga semua pihak mengerti. Konsensus tidak hanya merupakan cara terbaik dalam pengambilan keputusan, namun juga berpotensi memunculkan komitmen tinggi pada diri setiap anggota tim untuk melaksanakannya. Kualitas keputusan melalui consensus memang sangat baik, sehingga memudahkan pelaksanaannya karena semua yang mengambil keputusan sepakat atas apa yang telah diputuskan.
Pengambilan keputusan secara konsensus tidaklah mudah, oleh karena itu setiap anggota perlu memperoleh latihan guna memiliki ketrampilan yang diperlukan. Studi kasus yang diikuti oleh analisis kelompok merupakan salah satu bentuk pelatihan. Di sini akan terlihat beberapa perilaku : “Apakah anggota kelompok mendengar-kan gagasan-gagasan secara obyektif?”, “Apakah setiap anggota kelompok telah diberikan kesempatan bicara secara memadai?” ”Apakah ada pihak yang mendominasi?”, “Apakah kelompok mampu memecahkan pertentangan?”. Pengambilan keputusan secara consensus harus dilakukan secara sistematis dan sabar. Tidak perlu tergesa-gesa. Apabila kelompok mencapai konsensus, tim akan dapat bekerja secara maksimal.

5.       Mengatasi konflik
Bukan hal yang aneh jika suatu kelompok yang terdiri atas orang-orang yang berbeda latar belakang, berpotensi memunculkan konflik.  Jika tim gagal menangani konflik dengan semestinya maka akan gagal mencapai tujuan. Dengan dikembangkannya ketrampilan mengelola konflik, maka walaupun terjadi konflik, tim masih memperoleh manfaat daripadanya. Pandangan yang saling bertentangan satu sama lain, jika dikelola dengan baik justru akan menciptakan suatu keputusan yang lebih baik.
Sebuah tim dapat mengembangkan kapasitas menangani konflik melalui berbagai cara, misalnya diskusi terbuka tentang konflik itu sendiri atau melalui diskusi yang tangguh yang penuh perdebatan dan skeptisme. Permainan peran (role playing), dan latihan-latihan membantu tim mengembangkan komunikasi terbuka yang diperlukan untuk menyelesaikan konflik secara produktif. Tim yang berkinerja tinggi antara lain dicirikan dengan adanya anggota-anggota yang kritis, namun masih saling menghargai satu sama lainnya.
6.       Evaluasi hasil
Sebagai suatu tim kerja yang senantiasa berfungsi, tim harus mengevaluasi hasil kegiatannya guna mengetahui keberhasilan atau pun kegagalannya. Evaluasi dapat dilakukan melalui berbagai cara. Dalam beberapa kasus, hasil dari adanya tim kerja dapat diukur berdasarkan kriteria baku produktivitas atau keluaran. Jika setelah dibentuknya tim, produktivitas lebih baik daripada sebelumnya maka dapat dikatakan tim tersebut efektif. Kesalahan yang makin berkurang, biaya produksi makin kecil, tingkat turnover menurun, adalah beberapa tanda bahwa tim bekerja secara efektif. Pemasok dan juga pelanggan yang menggunakan jasa tim harus pula dijadikan sumber informasi keberhasilan atau kegagalan tim. 
CIRI-CIRI TIM YANG BERKINERJA TINGGI
1.       Seluruh anggota mempunyai tekad menyelesaikan tujuan atau misi yang dikembangkannya.
2.       Tim bekerja dalam lingkungan yang anggotanya saling terbuka dan percaya satu sama lainnya.
3.       Seluruh anggota merasa memiliki tim, dan secara sukarela mereka berpartisipasi di dalamnya.
4.       Anggota terdiri atas orang dengan pengalaman, gagasan, pandangan, yang berbeda, dan perbedaan ini dihargai.
5.       Semua anggota tim secara terus menerus belajar dan memperbaiki dirinya. Hal ini membantu meningkatkan kemampuan tim dalam memecahkan persoalan.
6.       Semua anggota tim mengerti peranan dan tanggung-jawabnya, saling menghargai satu sama lainnya.
7.       Keputusan diambil berdasarkan konsensus
8.       Setiap anggota tim berkomunikasi secara terbuka, langsung, dan saling mendengarkan satu sama lainnya secara obyektif dan penuh kesabaran.
9.       Tim dapat menangani konflik tanpa harus memunculkan permusuhan.
Pimpinan tim, apakah temporer atau tetap, mempraktekan gaya kepemimpinan partisipatif.

Bahan modul  ini diambil dari :
Hasan Mustafa, 2001
Modul Perancangan Organisasi (SDM)Ir. Farida MMA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar