Kamis, 10 Oktober 2013

Pengertian Perilaku Organisasi


I. PENDAHULUAN

Individu, Kelompok dan Organisasi
Teori atau ilmu perilaku organisasi (organization behavior ) pada hakekatnya mendasarkan kajiannya pada ilmu perilaku itu sendiri (akar ilmu psikologi), yang dikembangkan dengan pusat perhatiannya pada tingkah laku manusia dalam organisasi. Dengan demikian, kerangka dasar teori perilaku organisasi ini didukung oleh dua komponen pokok, yakni individu-individu yang berperilaku dan organisasi formal sebagai wadah dari perilaku tersebut.

Jadi, perilaku organisasi adalah suatu studi yang menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam organisasi atau suatu kelompok tertentu. Aspek pertama meliputi  pengaruh organisasi terhadap manusia, sedang aspek kedua pengaruh manusia terhadap organisasi. Pengertian ini sesuai dengan rumusan Kelly dalam bukunya Organizational Behavior  yang menjelaskan bahwa perilaku organisasi di dalamnya terdapat interaksi dan hubungan antara organisasi di satu pihak dan perilaku individu di lain pihak. Kesemuanya ini memiliki tujuan praktis yaitu untuk  mengarahkan perilaku manusia itu kepada upaya-upaya pencapaian tujuan.


Ruang Lingkup Perilaku Organisasi

Perilaku Organisasi, sesungguhnya terbentuk dari perilaku-perilaku individu yang terdapat dalam organisasi tersebut. Oleh karena itu –sebagaimana telah disinggung diatas – pengkajian masalah perilaku organisasi jelas akan meliputi atau menyangkut pembahasan mengenai perilaku individu. Dengan demikian dapat dilihat bahwa ruang lingkup kajian ilmu perilaku organisasi hanya terbatas pada dimensi internal dari suatu organisasi. Dalam kaitan ini, aspek-aspek yang menjadi unsur-unsur, komponen atau sub sistem dari ilmu perilaku organisasi antara lain adalah : motivasi, kepemimpinan, stres dan atau konflik, pembinaan karir, masalah sistem imbalan, hubungan komunikasi, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, produktivitas dan atau kinerja (performance), kepuasan, pembinaan dan pengembangan organisasi (organizational development), dan sebagainya.

Sementara itu aspek-aspek yang merupakan dimensi eksternal organisasi seperti faktor ekonomi, politik, sosial, perkembangan teknologi, kependudukan dan sebagainya, menjadi kajian dari ilmu manajemens trategik (strategic management). Jadi, meskipun faktor eksternal ini juga memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan organisasi dalam mewujudkan visi dan misinya, namun tidak akan dibahas dalam konteks ilmu perilaku organisasi.

Meskipun unsur-unsur, komponen atau sub sistem yang akan dibahas bisa jadi telah banyak dipelajari pada disiplin ilmu yang lain, namun Mata Kuliah Perilaku Organisasi akan mencoba menjawab, mengapa berbagai unsur atau komponen tadi dapat membentuk karakter, sikap, atau perilaku individu dalam kapasitasnya sebagai anggota suatu organisasi. Oleh karena itu, bobot atau muatan materinya akan diusahakan agar memiliki sisi empiris yang cukup memadai.

Pendekatan dalam Perilaku Organisasi
Dengan adanya interaksi atau hubungan antar individu dalam organisasi, maka penelaahan terhadap perilaku organisasi haruslah dilakukan melalui pendekatan-pendekatan sumber daya manusia (supportif ), pendekatan kontingensi, pendekatan produktivitas dan pendekatan sistem.

Pendekatan sumber daya manusia dimaksudkan untuk membantu pegawai agar berprestasi lebih baik, menjadi orang yang lebih bertanggung jawab, dan kemudian berusaha menciptakan suasana dimana mereka dapat menyumbang sampai pada batas kemampuan yang mereka miliki, sehingga mengarah kepada peningkatan keefektifan pelaksanaan tugas. Pendekatan ini berarti juga bahwa orang yang lebih baik akan mencapai hasil yang lebih baik pula, sehingga pendekatan ini disebut pula dengan pendekatan suportif.

Sementara itu, pendekatan kontingensi mengandung pengertian bahwa adanya lingkungan yang berbeda menghendaki praktek perilaku yang berbeda pula untuk mencapai keefektifan. Disini pandangan lama yang mengatakan bahwa prinsip-prinsip manajemen bersifat universal dan perilaku dapat berlaku dalam situasi apapun, tidak dapat diterima sepenuhnya.

Disisi lain, pendekatan produktivitas dimaksudkan sebagai ukuran seberapa efisien suatu organisasi dapat menghasilkan keluaran yang diinginkan. Jadi, produktivitas yang lebih baik merupakan ukuran yang bernilai tentang seberapa baik penggunaan sumber daya dalam masyarakat. Dalam hal ini perlu diingat bahwa konsep produktivitas tidak hanya diukur dalam kaitannya dengan masukan dan keluaran ekonomis, tetapi masukan manusia dan sosial juga merupakan hal yang penting. Dengan demikian, apabila perilaku organisasi yang lebih baik dapat mempertinggi kepuasan kerja, maka akan dihasilkan keluaran manusia yang baik pula, dan pada akhirnya akan menghasilkan produktivitas pada derajat yang diinginkan.

Adapun pendekatan sistem terutama diterapkan dalam sistem sosial, dimana di dalamnya terdapat seperangkat hubungan manusia yang rumit yang berinteraksi dalam banyak cara. Ini berarti, dalam mengambil keputusan para manajer harus mengkaji hal-hal diluar situasi langsung untuk menentukan dampaknya terhadap sistem yang lebih besar, sehingga memerlukan analisis biaya dan manfaat (cost – benefit analysis).

Antara pendekatan sumber daya manusia dengan pendekatan produktivitas diatas, memiliki kaitan yang sangat erat, dimana adanya dorongan pimpinan terhadap karyawan untuk melakukan tugasnya sebaik mungkin, secara langsung akan mendorong tingkat produktivitas organisasi. Untuk dapat mendorong karyawannya kearah tujuan yang diharapkan, seorang pimpinan harus dapat mengetahui kebutuhan karyawan yang bersifat pribadi dan internal. Atau dengan kata lain, disini terjadi hubungan antara kebutuhan dengan prestasi kerja.

Motivasi dan Kepemimpinan
 Kebutuhan dan atau keinginan seorang pekerja terhadap sesuatu hal tertentu dan akan diusahakan untuk bisa dicapainya, dalam kajiani lmu administrasi sering disebut dengan istilah  motivasi. Motivasi adalah proses psikologis yang merupakan salah satu unsur pokok dalamperilaku seseorang. Sebagaimana dikemukakan Miftah Thoha, perilakuseseorang itu sebenarnya bisa dikaji sebagai saling berinteraksinya atau ketergantungannya unsur-unsur yang merupakan suatu lingkaran. Unsur-unsur itu secara pokok terdiri dari motivasi dan tujuan. Atau menurut Fred Luthans , terdiri dari tiga unsur yaknikebutuhan (needs), dorongan (drive)dantujuan (goals).

Dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan organisasi, salah satu aspek perilaku organisasi yang penting disamping motivasi, adalah kepemimpinan (leadership).Bagi sebuah organisasi, kepemimpinan jelas sekali mempunyai peran yang sangat penting. Sebab, adanya kepemimpinan berarti terjadinya proses membantu dan mendorong orang lain untuk bekerja dengan antusias mencapai tujuan. Jadi, faktor manusia atau pemimpin-lah yang mempertautkan kelompok dan memotivasinya untuk mencapai tujuan, atau kepemimpinan juga mengubah yang tadinya hanya kemungkinan menjadi kenyataan.Seorang pemimpin yang menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan segenap filsafat, keterampilan dan sikapnya, secara keseluruhan dipersepsikan oleh karyawannya sebagai gaya kepemimpinan(leadershipstyle).

Gaya tersebut bisa berbeda-beda atas dasar motivasi, kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau orang tertentu. Diantara beberapa gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin yang positif dan negatif, dimana pembedaan itu didasarkan pada cara dan upayamereka memotivasi karyawan. Apabila pendekatan dalam pemberianmotivasi ditekankan pada imbalan atau reward  (baik ekonomis maupun nonekonomis), berarti telah digunakan gaya kepemimpinan yang positif.Sebaliknya, jika pendekatannya menekankan pada hukuman atau punishment, berarti dia menerapkan gaya kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua ini dapat menghasilkan prestasi yang diterima dalam banyak situasi,tetapi menimbulkan kerugian manusiawi.Selain gaya kepemimpinan diatas, terdapat gaya lainnya yaitu gayaotokratik, partisipatif, dan bebas kendali (free rein atau laissez faire).

Pemimpin otokratik memusatkan kuasa dan pengambilan keputusan bagidirinya sendiri, dan menata situasi kerja yang rumit bagi pegawai sehingga mau melakukan apa saat yang diperintahkannya.Kepemimpinan ini pada umumnya negatif, yang berdasarkan atas ancaman dan hukuman. Meskipundemikian, ada juga beberapa manfaatnya antara lain : memungkinkan pengambilan keputusan dengan cepat serta memungkinkan pendaya gunaan pegawai yang kurang kompeten.

Sementara itu, pemimpin partisipatif lebih banyak mendesentralisasi-kan wewenang yang dimilikinya sehingga keputusan yang diambil tidak bersifat sepihak. Adapun pemimpin bebas kendali menghindari kuasa dant anggungawab, kemudian menggantungkan kepada kelompok baik dalam menetapkan tujuan dan menanggulangi masalahnya sendiri. Diantara ketiganya, kecenderungan umum yang terjadi adalah kearah penerapan praktek partisipasi secara lebih luas karena dianggap paling konsisten dengan perilaku organisasi yang supportif. Secara lebih detail, pembahasan mengenai motivasi ini akan diteruskan pada bab-bab selanjutnya.

Aspek-Aspek Lain dalam Perilaku Organisasi

Selain masalah motivasi dan kepemimpinan, ilmu Perilaku Organisasi mengkaji juga beberapa aspek strategis dalam organisasi seperti pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, komunikasi, stres dan konflik,  produktivitas dan atau kinerja, dan sebagainya. Keseluruhan aspek ini selalu terkait dengan masalah perilaku manusia dalam organisasi, sehingga aspek-aspek strategis itupun akan sangat tergantung kepada proses pembentukan perilaku maupun baik buruknya perilaku manusia itu sendiri.

Dalam proses pengambilan keputusan misalnya, ternyata dalam setiap tahapnya akan terdapat perilaku orang yang beraneka ragam, dari yang pendiam dan menyerahkan sepenuhnya kepada orang lain, monopoli dan ingin memaksakan kehendak, sampai dengan sikap-sikap sok tahu atau menyembunyikan informasi. Dalam proses pengambilan keputusan pada khususnya dan dalam setiap aktivitas organisasional pada umumnya, akan terjalin suatu hubungan interpersonal atau komunikasi antar anggotanya.

Sebagaimana halnya pada proses pengambilan keputusan, maka proses komunikasipun sering menghadapi kegagalan dan hambatan yang bersumber dari sikap dan perilaku orang yang berbeda-beda, seperti sikap asertif, non asertif, atau bahkan agresif.

Kondisi-kondisi tidak berjalannya proses-proses keorganisasian seperti yang diharapkan ini pada gilirannya akan dapat menimbulkan stres bagi anggota organisasi, sekaligus membawa kemungkinan munculnya konflik baik – dalam pengertian yang positif maupun yang negatif. Untuk itu, perlu diupayakan agar konflik negatif sesegera mungkin dipecahkan atau diselesaikan, sementara konflik positif dipelihara untuk memacu peningkatan produktivitas dan atau kinerja organisasi. Sebab, tujuan akhir dari pembentukan organisasi adalah kesejahteraan manusia, sedangkan kesejahteraan ini dapat dicapai apabila produktivitas / kinerja organisasidapat terus ditingkatkan.

II. BEBERAPA PENGERTIAN DASAR TENTANG ORGANISASI

Organisasi dalam pandangan beberapa pakar seolah-olah menjadisuatu “binatang” yang berwujud banyak, namun tetap memiliki kesamaan konseptual. Atau dengan kata lain, rumusan mengenai organisasi sangat tergantung kepada konteks dan perspektif tertentu dari seseorang yang merumuskan tersebut. Dari beberapa definisi atau pembatasan mengenai organisasi ini, dapat dikemukakan sebagai berikut :

1.   Organisasi merupakan suatu pola kerja sama antara orang-orang yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu. (Wexlwy and Yulk dalamKasim, 1993 : 1).

2. Organisasi adalah sekelompok orang yang terbiasa mematuhi perintah para pemimpinnya dan yang tertarik pada kelanjutan dominasi partisipasi mereka dan keuntungan yang dihasilkan, yang membagi diantara mereka praktek-praktek dari fungsi tersebut yang siap melayani untuk praktek mereka (Max Weber, dalamMiftah Thoha, 1988).

3. Organisasi dapat didefinisikan sebagai struktur hubungan kekuasaan dan kebiasaan orang-orang dalam suatu sistem administrasi (Dwight Waldo, dalamThoha,1988).

4. Organisasi adalah suatu sistem dari aktivita-aktivita orang yang terkoordinasikan secara sadar, atau kekuatan-kekuatan yang terdiri dari dua orang atau lebih (Chester Barnard,dalamThoha,1992).

5. Organisasi adalah lembaga sosial dengan ciri-ciri khusus : secara sadar dibentuk pada suatu waktu tertentu, para pendirinya mencanangkan tujuan yang biasanya digunakan sebagai simbol legitimasi, hubungan antara anggotanya dan sumber kekuasaan formal ditentukan secara relatif jelas walaupun seringkali pokok pembicaraan dan perencanaan diubah oleh para anggota-anggotanya yang membutuhkan koordinasi atau pengawasan (Silverman,dalamThoha,1988).

6. Organisasi adalah suatu kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasikan,yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan (Stephen P. Robbins).

7. Organisasi sebagai suatu kesatuan sosial dari kelompok manusia, yang saling berinteraksi menurut suatu pola tertentu sehingga setiap anggota organisasi memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing, yang sebagai suatu kesatuan mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai batas-batasyang jelas, sehingga bisa dipisahkan secara tegas dari lingkungannya (Hary LubisdanMartani Huseini, 1987 :1)

8. Organisasi merupakan suatu alat untuk pencapaian tujuan dari orang-orang yang berada diluar organisasi tersebut, sebagai suatu alat untuk pencapaian tujuan. Untuk itu organisasi harus dibuat rasional dalam artikata harus disusun dan beroperasi berdasarkan ketentuan-ketentuanformal dan perhitungan-perhitungan efisiensi (Azhar Kasim, 1989 : 1).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa organisasi sesungguhnya merupakan kumpulan manusia yang diintegrasikan dalam suatu wadah kerjasama untuk menjamin tercapainya tujuan-tujuan yang ditentukan. Atau menurut Sudarsono Hardjosoekarto, pengertian yang dapat menyamakan persepsit tentang organisasi adalah bahwa organisasi merupakan jalinan kontrak (a nexus of contracts).

Dan oleh karena organisasi merupakan jalinan kontrak, maka faktor penting bagi keberadaan organisasi adalah sejauh mana organisasi tersebut mampu mengadakan kontrak dengan pihak lain. Sedangkan hal yang membedakan organisasi yang satu dengan organisasi lainnya dalam kerangka teori Mc. Kinsey, adalah structure, strategy, style (leadership), skill, staff, share value, dan system .

Dalam hal struktur, beberapa organisasi lebih senang memilih tipe garis atau lini,sementara organisasi lain memilih tipe garis dan staf, tipe kepanitian, atau tipe fungsional.
Dalam aspek strategi, dapat ditemukan perbedaan mengenai pencapaian tujuan organisasi dalam jangka panjang dan jangka pendek.

Kemudian dalam aspek gaya kepemimpinan atau style, ada pemimpin organisasi yang menonjolkan sifat-sifat karismatik, otoriter, partisipatif demokratik, dan sebagainya.

Selanjutnya dalam aspek keahlian, jelas bahwa setiap organisasi akan membutuhkan keahlian yang spesifik sesuai dengan misi dan tujuan yang akan diraihnya.

Begitu juga dalam aspek staff, organisasi yang bergerak dibidang pengantaran (delivery) misalnya, akan sangat berbeda kualifikasi staff-nya dibanding dengan organisasi konsultansi.

Sedangkan aspek share value artinya bahwa seluruh aspek yang telah disebutkan diatas, pada akhirnya difokuskan kepada super ordinate goals, atau tujuan organisasi yang lebih tinggi. Dalam kaitan ini, jelas bahwa tujuan yang lebih tinggi dari setiap organisasi akan berbeda-beda pula.

Adapun aspek sistem, antar organisasi juga cenderung berbeda, baik mengenai pemanfaatan sistem informasinya, penerapan sistem perencanaan dan pengawasannya, dan sebagainya.

Dari beberapa pengertian tentang organisasi tersebut diatas, maka dapat kita simpulkan bahwa cakupan organisasi tidak hanya meliputi bentuk-bentuk kelembagaan formal seperti pemerintah maupun organisasi bisnis, tetapi lebih dari itu juga meliputi setiap kontrak (perjanjian) yang terjadi antara dua orang / pihak atau lebih. Dengan kata lain, organisasi tidak hanya diartikan sebagai wujud  saja tetapi juga sebagai proses interaksi berbagai pihak.

Kontrak atau perjanjian yang membentuk organisasi ini sendiri terdiri dari tiga macam, yaitu :

1. Spot Contract ,Yaitu kontrak yang terjadi karena adanya transaksi dadakan (spot transaction). Kontrak jenis ini bersifat tidak fleksibel (inflexible) dalam pengertian bahwa para pihak yang mengadakan kontrak tadi tidak memiliki kebebasan untuk saling mengajukan penawaran. Termasuk dalam jenis kontrak ini adalah belanja di supermarket, ketaatan terhadapperaturan lalu lintas, menonton sepakbola di stadion, dan sebagainya.
2. Relational Contract ,Yaitu kontrak yang terjadi dari adanya hubungan atau relasi antar dua orang atau lebih. Kontrak jenis ini lebih fleksibel sifatnya karena memberikan kesempatan kepada pihak pihak yang bersangkutan untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak. Dengan kata lain, kontrak ini mengenal adanya clausul escape atau klausul yang berhubungan dengan diadakannya kontrak tersebut.

   Contohnya adalah pengangkatan seorang pekerja dengan terlebih dahulu membuat kontraknya, pegawai negeri yang tunduk pada aturan tentang hak dan kewajiban pegawai, dan sebagainya. Khususnya mengenai posisi pegawai negeri ini – dilihat dari ketidak bebasan untuk menentukan pilihan – sesungguhnya bisa dikelompokkan kedalam spot contract. Namun karena sifat relasionalnya yang lebih kuat dan proses untuk menjadi pegawai juga panjang (tidak bersifat dadakan), maka ini lebih tepat dikelompokkan dalam relational contract.

3. Implicite Contract ,Ini merupakan jenis kontrak yang paling fleksibel, dimana tanpa adanya ikatan kontrak secara formal, seseorang dapat menjadi anggota suatu organisasi. Seorang warga negara misalnya, tanpa melakukan sesuatu tindakan telah melekat dalam dirinya perasaan bangga sebagai anggota masyarakat serta memiliki sense of belonging yang tinggi terhadap negaranya. Kelemahan dari kontrak implisit ini adalah sifatnya yang tidak lengkap (incomplete ) dan susah terukur, sehingga ada baiknya jika diadakan clausul escape .


PENDEKATAN PADA ORGANISASI
Cakupan teori organisasi sesungguhnya sangat luas, sehingga tidak mengherankan jika studi mengenai organisasi dapat dilakukanmenurut berbagai sudut pandang yang berbeda. Sebagai konsekuensinya, kemudian muncullah bermacam-macam pendekatan dalamteori organisasi, yang masing-masing sangat dipengaruhi oleh cara yang digunakan untuk meninjau masalah organisasi. Keseluruhan pendekatan ini,paling tidak dapat dipisahkan menjadi tiga macam, yaitu pendekatan \ klasik, pendekatan neo klasik, dan pendekatan modern.

Pendekatan klasik
Diilhami oleh konsep Taylor pada tahun1919, mengajarkan bahwa dalam suatu organisasi, perlu diadakan  pembatasan secara tegas antara kegiatan pelaksanaan atau operasional  dengan tugas-tugas manajerial. Dengan kata lain, para pekerja seperti tukang-tukang atau operator mesin, hanya bertugas sebagai pelaksana saja, sementara tugas untuk merencanakan metode kerja, pengorganisasian atau pengkoordinasian selalu dilakukan oleh pihak manajemen.

Hal ini dimaksudkan agar kedua kelompok karyawan tadi akan menjadi lebih ahli dalam melaksanakan tugasnya. Disamping itu, keuntungan yang bisa diraih dengan sistem kerja ini adalah terbukanya kesempatan untuk menetapkan waktu baku bagi setiap pekerja untuk menyelesaikan suatu tugas. Namun keberatannya, pekerja diperlakukan sebagai mesin, dalam arti bekerja secara mekanistis menurut suatu metode kerja tertentu, tanpa kebebasan untuk memilih cara kerja sendiri yang dianggap lebih sesuai dengan karakteristik yang dimilikinya (LubisdanHuseini, 2-3).

Pada tahap berikutnya, pendekatan neo klasik muncul sebagai akibat dari serangkaian percobaan yang dilakukan Elton Mayo antara tahun 1927hingga 1932. Pendekatan ini sering disebut juga sebagai pendekatan Human Relations karena perhatiannya terpusat pada aspek hubungan antar manusia dalam organisasi.

Pendekatan ini bertumpu pada beberapa prinsip sebagaiberikut :

1. Organisasi adalah suatu sistem sosial dimana hubungan antara para anggotanya merupakan interaksi sosial.

2. Interaksi sosial itu menyebabkan munculnya kelompok non formal dalam organisasi, yang memiliki norma sendiri dan berlaku serta menjadi pegangan bagi seluruh anggota kelompok.

3. Interaksi sosial tersebut perlu diarahkan agar pengaruhnya positif bagi prestasi individu maupun kelompok. Karena itu diperlukan saluran komunikasi yang efektif yang memudahkan untuk mengarahkan interaksisosial antar anggota demi peningkatan prestasi.

4. Kelompok-kelompok non formal tersebut bisa saja mempunyai tujuan yang berbeda dengan kepentingan organisasi. Karena itu, pola kepemimpinan yang hanya memperhatikan struktur formal perlu dilengkapi dengan perhatian terhadap aspek psiko-sosial pekerja agar tujuan kelompok non formal tersebut dapat diarahkan sesuai dengan kepentingan organisasi. Untuk itu manajemen perlu memiliki keterampilan sosial disamping keterampilan teknis, agar mampu membina munculnya ikatan sosial yang baik dalam organisasi. (Lubis dan Huseini, 2-3).

Adapun pendekatan modern secara tegas menyatakan bahwa yang dimiliki saat ini bukanlah teori mengenai organisasi, tetapi cara berpikir (way of thinking) mengenai organisasi, cara melihat dan menganalisa secara lebih tepat dan mendalam, yang dilakukan melalui keteraturan (regularitas) perilaku organisasi, yang hanya berlaku untuk suatu lingkungan atau kondisi tertentu. Dengan demikian kumpulan fakta bukanlah organisasi.

Input yang diberikan oleh organisasi seringkali sumbernya dikuasai oleh organisasi lain yang terdapat pada lingkungannya, sehingga organisasi terpaksa mempunyai ketergantungan sumber terhadap lingkungannya. Jika tingkat ketergantungan ini tidak terlalu besar seperti yang terjadi pada lingkungan Tenang – Acak, maka organisasi tidak perlu terlalu memperhatikan lingkungannya dan dapat memusatkan perhatiannya terhadap kegiatan produksi. Tetapi apabila ketergantungan itu sangat besar, organisasi perlu beradaptasi terhadap ketergantungan tersebut, dan melakukan tindakan-tindakan yang sesuai untuk menguranginya.

Dalam kaitan ini, terdapat dua cara adaptasi yang dapat dilakukan oleh organisasi.  Cara pertama adalah melalui perubahan internal, yaitu dengan menyesuaikan struktur internal organisasi, pola kerja, perencanaan dan aspek internal lainnya terhadap karakteristik lingkungan.  Sedangkan cara kedua adalah dengan berusaha untuk  menguasai dan mengubah kondisi lingkungan sehingga menguntungkan bagi organisasi.

KARAKTERISTIK ORGANISASI : MEKANIK DAN ORGANIK

Sesaat setelah individu-individu membentuk kelompok dan bersepakat membentuk organisasi, maka pada tahap selanjutnya, sekumpulan orang ini memberikan karakteristik, bentuk dan sifat kepada organisasi yang menampung mereka. Dalam kaitan ini, secara umum bentuk organisasi dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu organisasi mekanik dan organisasi organik. Sedangkan dilihat dari sifatnya, organisasi dapat dikelompokkan menjadi organisasi dengan sistem tertutup (close system) dan organisasi bersistem terbuka (open system).

Paradigma mekanik (mechanism paradigm) menganggap organisasi sebagai suatu mesin yang bekerja dengan suatu keteraturan dan keajegan tertentu yang menekankan adanya suatu tingkat produktivitas tertentu, yang ingin mencapai taraf efisiensi tertentu, dan yang dikendalikan oleh suatu legitimasi otoritas pimpinan (Thoha, 1988 : 133).

Dalam model organisasi mekanik ini tujuan organisasi dapat dicapai secara efektif dan efisien melalui mekanisme pembagian kerja, spesialisasi dan hubungan kerja yang hierarkhis. Ajaran ini terutama banyak dikembangkan dari pandangan Adam Smith dan Frederick Taylor yang mengusulkan adanya pembagian efisien dari tenaga kerja melalui spesialisme, atau pengendalian efektif dari tenagakerja melalui hierarki vertikal (Obolensky,1996 : ix-x).

Dengan kata lain –menurut paradigma mekanik – efisiensi dalam organisasi dapat ditingkatkan hanya apabila terdapat pengerangkaan (strucuturing) dan pengendalian (controlling) terhadap partisipasi anggota organisasi. Oleh karenanya, dalam organisasi mekanik banyak diterapkan upaya pemotivasian pegawai melalui pemberian insentif, sementara disisi lain cara kerja pegawai didasarkan pada spesialisasi yang diawasi secara ketat. Hasilnya adalah suatu organisasi yang berstruktur piramida, menerapkan kesatuan komando (chain of command), jenjang pengawasan yang seringkali berlapis, spesialisasi berdasarkan fungsi, serta penerapan pembagian kerja lini dan staf (line and staff ).

Selama ini paradigma organisasi mekanik banyak diterapkan pada sistem kelembagaan pemerintah yang antara lain mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1) adanya spesialisasi tugas,
2) mengutamakan sarana danpertanggungjawaban,
3) inisiatif penyelesaian konflik di dalam organisasiberasal dari atasan,
 4) interaksi antar anggota organisasi cenderung vertikal dengan gaya yang diarahkan untuk mencapai kepatuhan,
5) kentalnya sistem komando dan hubungan struktural antara atasan dengan bawahan.

Dengan ciri-ciri demikian, model organisasi mekanik juga disebut sebagai model birokratis, yang menurut Weber justru merupakan tipe ideal dari organisasi (Thoha, 1988 : 138). Pada suatu mllieu masyarakat dengan tingkat kehidupan yang relatif statis, atau pada suatu lingkungan yang belum banyak menerima arus perubahan dari lingkungan sekitarnya, maka tipe organisasi ini dapat berjalan dengan baik serta dapat menjadi instrumen yang efektif dalam rangka mencapai tujuan bersama. Akan tetapi pada masyarakat yang tingkat kehidupannya tinggi dan dinamis serta banyak berinteraksi dengan kelompok-kelompok lainnya yang seringkali lebih besar, maka sifat-sifat dan ciri-cirinya yang kaku jelas tidak dapat dipertahankan lagi. Model organisasi mekanik ini banyak berpengaruh terhadap administrasi negara – khususnya di negara-negara sedang berkembang – sebab organisasi di lingkungan pemerintahan bercirikan model organisasi birokrasi, yaitu struktur organisasi tipikal yang berusaha mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan manusia di dalam suatu organisasi (Bennis dalam Thoha, 1988 : 151).

Paradigma organik (organism paradigm) memandang organisasi sebagai suatu sistem yang menekankan pada unsur manusia sebagai pelaku utama. Dalam model organisasi ini, efisiensi dan efektivitas bukan merupakan aspek utama dalam pencapaian tujuan organisasi, sebab produk (output) tidak dipandang sebagai hal yang utama. Aspek yang dianggap lebih penting dalam organisasi model organik ini adalah adanya keseimbangan antara faktor manusia dengan faktor lingkungannya.Dikaitkan dengan sifat organisasi, maka pada paradigma mekanik, organisasi lebih menganut sistem tertutup (close system), dimana organisasi dilihat sebagai suatu kesatuan yang merdeka serta tidak ada ikatan dengan variabel-variabel lainnya ( Thoha, 1988 : 133).

Dengan demikian jika muncul berbagai persoalan, maka faktor penyebab serta metode pemecahannya selalu dikembalikan kepada internal factors seperti susunan organisasi, tugas pokok dan fungsi, atau hubungan formal ; sedangkan faktor-faktor lingkungan diluar organisasi (external factors) yang mempunyai kontribusi juga terhadap munculnya persoalan tersebut, justru tidak  diperhitungkan.

Berbeda pada organisasi mekanik, maka pada organisasi yang bertipe organik lebih banyak menerapkan pendekatan sistem terbuka (open system)yang menitik beratkan faktor manusia dan cara manusia tersebut berperilaku dalam kegiatan-kegiatan organisasi senyatanya. Oleh karenanya, dalam pendekatan ini faktor lingkungan yang memiliki kemungkinan pengaruh terhadap organisasi, sangat diperhatikan.

TIPE-TIPE ORGANISASI

Tipe atau bentuk organisasi yang kita saksikan selama ini, sangat bervariasi dan berbeda-beda tergantung dari aspek atau sudut pandang masing-masing. Dari sisi kepemilikan dan pengelolanya, terdapat organisasi swasta dan organisasi pemerintah. Dilihat dari bidang kegiatannya dapat dibedakan antara organisasi politik, sosial, pemuda, dan lain-lain. Akan tetapi, berdasarkan tinjauan dari segi wewenang, tanggung jawab, serta hubungan kerja dalam organisasi, dapat dikemukakan adanya empat tipe atau bentuk organisasi, yaitu :

1.Organisasi Garis (line organization)
 Adalah tipe organisasi yang tertua dan paling sederhana, dimana tugas-tugas perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan berada di satu tangan dan garis kewenangan langsung dari pimpinan kepada bawahannya.

Ciri-ciri yang menonjol dari tipe organisasi ini antara lain adalah : tujuan organisasi masih sederhana, jumlah karyawan sedikit, pimpinan dan semua karyawan saling mengenal, hubungan karyawan dengan pimpinan bersifat langsung, tingkat spesialisasi belum begitu tinggi, dan sebagainya.

Kebaikan yang dimiliki oleh organisasi tipe ini adalah bahwa kesatuan komando berjalan secara tegas dan memperkecil kemungkinan kesimpangsiuran, proses pengambilan keputusan berjalan dengan cepat, penilaian terhadap pegawai dapat dilakukan secara cepat dan obyektif,serta tingginya rasa solidaritas diantara sesama pegawai. Sebaliknya, kekurangan yang sering ditemui adalah adanya ketergantungan kepada satu orang, adanya kecenderungan pimpinan untuk bertindak secaraotokratis, dan kesempatan karyawan untuk berkembang terbatas.

2. Organisasi Garis dan Staf (line and staff organization)
Tipe ini biasanya digunakan untuk organisasi yang besar, daerah kerjanya luas dan mempunyai bidang-bidang tugas yang beraneka ragam atau rumit.

Ciri-ciri yang dapat dilihat antara lain organisasinya besar dan bersifat kompleks, daerah kerjanya luas, jumlah karyawan banyak, hubungan kerja yang bersifat langsung makin mengecil, pimpinan dan karyawan tidak lagi semuanya saling mengenal, dan terdapat spesialisasi tugas diantara para karyawannya. Kelebihan dari tipe organisasi ini adalah dapat digunakan oleh setiap organisasi yang bagaimanapun besarnya, apapun tujuannya, sertabagaimanapun luas tugasnya.

Disamping itu terdapat kelebihan lainnya seperti adanya pembagian jelas yang jelas, bakat para karyawan dapat dikembangkan menjadi spesialisasi, pengambilan keputusan dapat efektif karena terdapat staf-staf yang ahli dibidangnya, koordinasiberjalan lebih baik, dan disiplin karyawan biasanya tinggi karena tugas yang dilaksanakannya sesuai dengan bakat dan keahliannya.

Adapun kekurangan yang ditemukan adalah rasa solidaritas antar karyawan yang lemah, dan jika koordinasi pada tingkat staf tidak baik akan dapat membingungkan unit-unit pelaksana.

3. Organisasi Panitia (committee organization)
Ciri-ciri dari organisasi ini antara lain memiliki tugas tertentu dan jangka waktu berlakunya terbatas, seluruh unsur pimpinan duduk dalam panitia,tugas kepemimpinan dan pertanggungjawaban dilaksanakan secara kolektif, semua anggota mempunyai hak / wewenang / tanggungjawab yang umumnya sama, serta para pelaksana dikelompokkan menurut bidang tugas tertentu.

Keuntungan yang dicapai dari tipe organisasi ini adalah : pada umumnya keputusan diambil secara tepat dan obyektif karena segala sesuatu dibicarakan lebih dahulu secara kolektif, kemungkinan seseorang untuk bertindak otoriter sangat kecil, dan kerjasama di kalangan pelaksana mudah dibina. Sementara kekurangan yang mungkin dihadapi adalah :pengambilan keputusan pada umumnya sangat lambat karena segala sesuatu harus dibicarakan bersama-sama, pertanggungjawaban secara fungsional seringkali kurang jelas, perintah kepada pelaksana kadangtumpang tindih, dan daya kreasi seseorang kurang menonjol.

4. Organisasi Fungsional ( functional organization)
Adalah organisasi yang disusun berdasarkan sifat dan macam fungsiyang harus dilaksanakan.

Ciri-ciri organisasi ini antara lain adalah pembidangan tugas secara jelas dan tegas dapat dibedakan, dalam melaksanakan tugas tidak banyak memerlukan koordinasi, pembagian unit-unit organisasi didasarkan pada spesialisasi tugas, dan para pimpinan pada unit tertentu memiliki wewenang komando pada unitnya sendiri tanpa persetujuan langsung dari pimpinan tertinggi. Kebaikan dari tipe organisasi ini adalah adanya pembidangan tugas yang jelas, spesialisasi karyawan dapat makin ditingkatkan, koordinasi antarkaryawan dalam suatu unit menjadi sangat mudah, koordinasi menyeluruh pada umumnya cukup pada tingkat eselon atas.

Sedangkankekurangannya adalah bahwa karyawan terlalu menspesialisasikan diri pada bidang tertentu, para karyawan cenderung mementingkan bidangnya sendiri sehingga memungkinkan timbulnya egoisme antarbidang.

ASAS-ASAS PENGORGANISASIAN LEMBAGA

Untuk dapat mencapai tujuannya secara berhasil guna dan berdayaguna, maka suatu organisasi perlu menerapkan asas-asas tertentu dalam pengorganisasian kelembagaannya. Adapun asas-asas kelembagaan yang perlu dipertimbangkan dalam suatu organisasi (khususnya di lingkungan aparatur pemerintah), secara lengkap dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Asas Pembagian Tugas
Hal ini mengandung arti bahwa setiap tugas (di lingkungan aparatur : tugas umum pemerintahan dan pembangunan) perlu dibagi habis kedalam tugas-tugas bagian, divisi atau seksi (di lingkungan aparatur : Departemen, Lembaga Pemerintah Non-Departemen dan aparaturpemerintah lainnya), sehingga dapat dijamin selalu adanya tanggung jawab dalam penyelenggaraan tugas-tugas tersebut.

Namun demikian hal ini tidak berarti bahwa suatu instansi dapat melaksanakan sendiri tugas yang menjadi tanggung jawabnya tanpa adanya kerja sama dengan Instansi lain yang terkait. Sesuai dengan asas ini maka perlu adanya perumusan tugas yang jelas sehingga dapat dicegah duplikasi, benturan dan kekaburan.

2. Asas Fungsionalisasi.
Dalam asas fungsionalisasi, pelaksanaan tugas harus ada suatu instansi / unit kerja yang secara fungsional paling bertanggung jawab. Dengan katalain asas ini menentukan instansi atau satuan kerja yang secara fungsionalpaling bertanggung jawab atas suatu tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Pada gilirannya asas ini akan menentukan mekanisme koordinasi dalam arti bahwa instansi atau satuan kerja yang secara fungsional paling bertanggung jawab tersebut berkewajiban untuk memprakarsainya.

3. Asas Koordinasi.
Asas ini menekankan agar dalam penyusunan kelembagaanmemungkinkan terwujudnya koordinasi yang mantap dalam pelaksanaantugas-tugasnya.

4. Asas Kesinambungan.
Asas kesinambungan mengharuskan adanya institusialisasi dalam pelaksanaan, dalam arti bahwa tugas-tugas (tugas umum pemerintahan dan pembangunan) harus berjalan secara terus menerus sesuai dengan kebijaksanaan dan program yang telah ditetapkan tanpa tergantung pada diri pejabat/pegawai tertentu.

5. Asas Keluwesan.
Asas keluwesan menghendaki agar organisasi selalu mengikuti danmenyesuaikan diri dengan perkembangan dan perubahan keadaansehingga dapat dihindari kekakuan dalam pelaksanaan tugasnya.

6. Asas Akordion.
Asas akordion menentukan bahwa organisasi dapat berkembang atau mengecil sesuai dengan tuntutan tugas dan beban kerjanya. Namun demikian pengembangan/penciutan suatu organisasi tidak boleh menghilangkan fungsi yang ada.

7. Asas Pendelegasian Wewenang.
Asas ini menentukan tugas-tugas yang perlu didelegasikan dan tugas-tugas yang masih harus dipegang pimpinan. Sebagai konsekuensi dariasas pelimpahan wewenang tersebut maka setiap unit yang menerima pelimpahan tersebut harus mampu melaksanakan wewenang dan tugas-tugas yang dilimpahkan.

8. Asas Rentang Kendali.
Dalam asas rentang kendali ini dimaksudkan agar dalam menentukan jumlah satuan organisasi atau orang yang dibawahi oleh seorang pejabat pimpinan, diperhitungkan secara rasional mengingat terbatasnya kemampuan seorang pimpinan/atasan dalam mengadakan pengendalian terhadap bawahannya.

9. Asas Jalur dan Staf.
Agar terdapat kejelasan antara tugas pokok dan penunjang, maka dalam pengorganisasian kelembagaam aparatur pemerintah digunakan asas jalur dan staf. Asas jalur dan staf adalah asas yang menentukan bahwa dalam penyusunan organisasi perlu dibedakan antara satuan-satuan organisasi yang melaksanakan tugas pokok instansi dengan satuan-satuan yangmelaksanakan tugas-tugas penunjang.

10. Asas Kejelasan dalam Pembaganan.
Asas kejelasan dalam pembaganan mengharuskan setiap organisasi menggambarkan susunan organisasinya dalam bentuk bagan, agar setiap pihak yang berkepentingan dapat segera memahami kedudukan dan hubungan dari setiap satuan organisasi yang ada.

LATIHAN KASUS

ORGANISASI  APAKAH YANG  PALING COCOK ?
Dalam rangka menghadapi bulan suci Ramadhan yang akan datang, Kecamatan Citarum Kodya Dati II Bandung telah membentuk panitia yang memiliki dua tugas pokok.

Tugas pertama adalah meningkatkan kadar keimanan dan moralitas warganya (terutama generasi muda) secara berkelanjutan, dan tugas kedua adalah menyelenggarakan berbagai kegiatanyang berkenaan dengan bulan suci Ramadhan, dari pengajian, ceramah-ceramah keagamaan, shalat tarawih dan subuh berjamaah, bhakti sosial,sampai dengan shalat Idul Fitri, serta pengumpulan zakat fitrah dan pendistribusiannya.

Aparat kecamatan dan segenap anggota panitia yang ada telah bertekad bahwa bulan suci Ramadhan kali ini akan dijadikan momentum“mawas diri dan penyadaran diri”, sehingga kegiatan kerohanian dan pembinaan mental ini tidak hanya dilakukan secara temporer, tetapi juga dilanjutkan sampai dengan pasca Ramadhan.

Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah kecamatan telah mengajukan usulan kepadaWalikotamadya dengan tembusan kepada Gubernur, untuk melembagakanfungsi pembinaan kerohanian tersebut kedalam struktur organisasi kecamatan, yakni dengan membentuk seksi kerohanian.

Berdasarkan hal-hal tersebut, Anda diminta untuk menganalisis kasus dengan menggunakan teori-teori organisasi, dan menjawab pertanyaan-pertanyan dibawah ini:
1.      Menurut Anda, perlukah tugas pembinaan kerohanian dilembagakan dalam struktur organisasi Kecamatan ? Apa alasan Anda ?
2.      Jika perlu, tipe atau bentuk organisasi apa yang paling tepat untuk menyelenggarakan tugas pembinaan kerohanian tersebut ? Sebaliknya jika tidak perlu, kemukakan alasan Anda !
3.      Apa kira-kira kelebihan dan kekurangannya jika tugas tersebutdilembagakan ? Dan apa pula kira kira kelebihan dan kekurangannya jika tugas tersebut tidak dilembagakan ?

Sumber : “Perilaku Organisasi” Bab 2 oleh Tri Widodo W.U

Modul Perancangan Organisasi (SDM) Ir. Farida MMA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar