I. PENDAHULUAN
Individu, Kelompok dan Organisasi
Teori atau ilmu perilaku organisasi (organization
behavior ) pada hakekatnya mendasarkan kajiannya pada ilmu perilaku itu sendiri
(akar ilmu psikologi), yang dikembangkan dengan pusat perhatiannya pada tingkah
laku manusia dalam organisasi. Dengan demikian, kerangka dasar teori
perilaku organisasi ini didukung oleh dua komponen pokok, yakni individu-individu yang berperilaku dan organisasi formal sebagai wadah dari perilaku tersebut.
Jadi, perilaku organisasi adalah suatu studi yang
menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam organisasi atau suatu
kelompok tertentu. Aspek pertama meliputi pengaruh
organisasi terhadap manusia, sedang aspek kedua
pengaruh manusia terhadap organisasi. Pengertian ini sesuai dengan
rumusan Kelly dalam
bukunya Organizational
Behavior yang menjelaskan bahwa perilaku organisasi di dalamnya terdapat interaksi dan hubungan antara organisasi di satu pihak dan perilaku
individu di lain pihak. Kesemuanya ini memiliki tujuan praktis yaitu
untuk mengarahkan perilaku
manusia itu kepada upaya-upaya pencapaian tujuan.
Ruang Lingkup Perilaku Organisasi
Perilaku Organisasi, sesungguhnya terbentuk dari
perilaku-perilaku individu yang terdapat dalam organisasi tersebut. Oleh karena
itu –sebagaimana telah disinggung diatas – pengkajian masalah perilaku
organisasi jelas akan meliputi atau menyangkut pembahasan mengenai perilaku
individu. Dengan demikian dapat dilihat bahwa ruang lingkup kajian ilmu
perilaku organisasi hanya terbatas pada dimensi internal dari suatu organisasi.
Dalam kaitan ini, aspek-aspek yang menjadi unsur-unsur, komponen atau sub
sistem dari ilmu perilaku organisasi antara lain adalah : motivasi, kepemimpinan, stres dan atau
konflik, pembinaan karir, masalah sistem
imbalan, hubungan komunikasi, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, produktivitas dan atau kinerja (performance),
kepuasan, pembinaan dan pengembangan organisasi
(organizational development),
dan sebagainya.
Sementara itu aspek-aspek yang merupakan dimensi
eksternal organisasi seperti faktor ekonomi, politik, sosial, perkembangan
teknologi, kependudukan dan sebagainya, menjadi kajian dari ilmu manajemens trategik
(strategic management). Jadi, meskipun
faktor eksternal ini juga memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
keberhasilan organisasi dalam mewujudkan visi dan misinya, namun tidak akan
dibahas dalam konteks ilmu perilaku organisasi.
Meskipun unsur-unsur, komponen atau sub sistem yang akan
dibahas bisa jadi telah banyak dipelajari pada disiplin ilmu yang lain, namun
Mata Kuliah Perilaku Organisasi akan mencoba menjawab, mengapa berbagai unsur
atau komponen tadi dapat membentuk karakter, sikap, atau perilaku individu
dalam kapasitasnya sebagai anggota suatu organisasi. Oleh karena itu, bobot
atau muatan materinya akan diusahakan agar memiliki sisi empiris yang cukup
memadai.
Pendekatan dalam Perilaku Organisasi
Dengan adanya interaksi atau hubungan antar individu
dalam organisasi, maka penelaahan terhadap perilaku organisasi haruslah
dilakukan melalui pendekatan-pendekatan sumber daya manusia (supportif ), pendekatan
kontingensi, pendekatan produktivitas dan pendekatan sistem.
Pendekatan sumber daya manusia dimaksudkan untuk membantu pegawai agar
berprestasi lebih baik, menjadi orang yang lebih bertanggung jawab, dan
kemudian berusaha menciptakan suasana dimana mereka dapat menyumbang sampai
pada batas kemampuan yang mereka miliki, sehingga mengarah kepada peningkatan
keefektifan pelaksanaan tugas. Pendekatan ini berarti juga bahwa orang yang
lebih baik akan mencapai hasil yang lebih baik pula, sehingga pendekatan ini
disebut pula dengan pendekatan suportif.
Sementara itu, pendekatan
kontingensi mengandung pengertian
bahwa adanya lingkungan yang berbeda menghendaki praktek perilaku yang berbeda
pula untuk mencapai keefektifan. Disini pandangan lama yang mengatakan bahwa
prinsip-prinsip manajemen bersifat universal dan perilaku dapat berlaku dalam
situasi apapun, tidak dapat diterima sepenuhnya.
Disisi lain, pendekatan
produktivitas dimaksudkan sebagai
ukuran seberapa efisien suatu organisasi dapat menghasilkan keluaran yang
diinginkan. Jadi, produktivitas yang lebih baik merupakan ukuran yang bernilai
tentang seberapa baik penggunaan sumber daya dalam masyarakat. Dalam hal ini
perlu diingat bahwa konsep produktivitas tidak hanya diukur dalam kaitannya
dengan masukan dan keluaran ekonomis, tetapi masukan manusia dan sosial juga
merupakan hal yang penting. Dengan demikian, apabila perilaku organisasi yang
lebih baik dapat mempertinggi kepuasan kerja, maka akan dihasilkan keluaran
manusia yang baik pula, dan pada akhirnya akan menghasilkan produktivitas pada
derajat yang diinginkan.
Adapun pendekatan sistem terutama diterapkan dalam sistem sosial, dimana
di dalamnya terdapat seperangkat hubungan manusia yang rumit yang berinteraksi
dalam banyak cara. Ini berarti, dalam mengambil keputusan para manajer harus
mengkaji hal-hal diluar situasi langsung untuk menentukan dampaknya terhadap
sistem yang lebih besar, sehingga memerlukan analisis biaya dan manfaat (cost – benefit analysis).
Antara pendekatan sumber daya manusia dengan
pendekatan produktivitas diatas, memiliki kaitan yang sangat erat, dimana
adanya dorongan pimpinan terhadap karyawan untuk melakukan tugasnya
sebaik mungkin, secara langsung akan mendorong tingkat produktivitas
organisasi. Untuk dapat mendorong karyawannya kearah tujuan yang diharapkan, seorang
pimpinan harus dapat mengetahui kebutuhan karyawan yang bersifat pribadi dan
internal. Atau dengan kata lain, disini terjadi hubungan antara kebutuhan dengan prestasi
kerja.
Motivasi dan Kepemimpinan
Kebutuhan dan atau keinginan seorang pekerja
terhadap sesuatu hal tertentu dan akan diusahakan untuk bisa dicapainya, dalam
kajiani lmu administrasi sering disebut dengan istilah motivasi. Motivasi adalah proses
psikologis yang merupakan salah satu unsur pokok dalamperilaku seseorang.
Sebagaimana dikemukakan Miftah Thoha, perilakuseseorang itu
sebenarnya bisa dikaji sebagai saling
berinteraksinya atau ketergantungannya unsur-unsur yang merupakan suatu
lingkaran. Unsur-unsur itu secara pokok terdiri dari motivasi dan tujuan. Atau menurut Fred Luthans , terdiri dari tiga unsur yaknikebutuhan (needs), dorongan
(drive)dantujuan (goals).
Dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan organisasi,
salah satu aspek perilaku organisasi yang penting disamping motivasi, adalah
kepemimpinan (leadership).Bagi sebuah organisasi, kepemimpinan jelas sekali
mempunyai peran yang sangat penting. Sebab, adanya kepemimpinan berarti
terjadinya proses membantu dan mendorong orang lain untuk bekerja dengan
antusias mencapai tujuan. Jadi, faktor manusia atau pemimpin-lah yang mempertautkan
kelompok dan memotivasinya untuk mencapai tujuan, atau kepemimpinan juga
mengubah yang tadinya hanya kemungkinan menjadi kenyataan.Seorang pemimpin yang
menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan segenap filsafat, keterampilan dan
sikapnya, secara keseluruhan dipersepsikan oleh karyawannya sebagai gaya kepemimpinan(leadershipstyle).
Gaya tersebut bisa berbeda-beda atas dasar motivasi,
kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau orang tertentu. Diantara beberapa
gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin yang positif
dan negatif, dimana pembedaan itu didasarkan pada cara dan upayamereka
memotivasi karyawan. Apabila pendekatan dalam pemberianmotivasi ditekankan pada
imbalan atau reward (baik ekonomis maupun nonekonomis), berarti
telah digunakan gaya kepemimpinan yang positif.Sebaliknya, jika pendekatannya
menekankan pada hukuman atau punishment,
berarti dia menerapkan gaya kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua ini
dapat menghasilkan prestasi yang diterima dalam banyak situasi,tetapi
menimbulkan kerugian manusiawi.Selain gaya kepemimpinan diatas, terdapat gaya
lainnya yaitu gayaotokratik, partisipatif, dan bebas kendali (free rein atau laissez faire).
Pemimpin otokratik memusatkan kuasa dan
pengambilan keputusan bagidirinya sendiri, dan menata situasi kerja yang rumit
bagi pegawai sehingga mau melakukan apa saat yang diperintahkannya.Kepemimpinan
ini pada umumnya negatif, yang berdasarkan atas ancaman dan hukuman.
Meskipundemikian, ada juga beberapa manfaatnya antara lain : memungkinkan
pengambilan keputusan dengan cepat serta memungkinkan pendaya gunaan pegawai
yang kurang kompeten.
Sementara itu, pemimpin
partisipatif lebih banyak mendesentralisasi-kan wewenang yang dimilikinya
sehingga keputusan yang diambil tidak bersifat sepihak.
Adapun pemimpin bebas kendali menghindari
kuasa dant anggungawab, kemudian menggantungkan kepada kelompok baik dalam
menetapkan tujuan dan menanggulangi masalahnya sendiri. Diantara ketiganya,
kecenderungan umum yang terjadi adalah kearah penerapan praktek partisipasi
secara lebih luas karena dianggap paling konsisten dengan perilaku organisasi
yang supportif. Secara lebih detail, pembahasan mengenai motivasi ini akan
diteruskan pada bab-bab selanjutnya.
Aspek-Aspek Lain dalam Perilaku Organisasi
Selain masalah motivasi dan kepemimpinan, ilmu
Perilaku Organisasi mengkaji juga beberapa aspek strategis dalam organisasi
seperti pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, komunikasi, stres dan
konflik, produktivitas dan atau kinerja,
dan sebagainya. Keseluruhan aspek ini selalu terkait dengan masalah perilaku
manusia dalam organisasi, sehingga aspek-aspek strategis itupun akan sangat
tergantung kepada proses pembentukan perilaku maupun baik buruknya perilaku
manusia itu sendiri.
Dalam proses pengambilan keputusan misalnya, ternyata
dalam setiap tahapnya akan terdapat perilaku orang yang beraneka ragam, dari
yang pendiam dan menyerahkan sepenuhnya kepada orang lain, monopoli dan ingin
memaksakan kehendak, sampai dengan sikap-sikap sok tahu atau
menyembunyikan informasi. Dalam proses pengambilan keputusan pada
khususnya dan dalam setiap aktivitas organisasional pada umumnya, akan terjalin
suatu hubungan interpersonal atau komunikasi antar anggotanya.
Sebagaimana halnya pada proses pengambilan keputusan,
maka proses komunikasipun sering menghadapi kegagalan dan hambatan yang
bersumber dari sikap dan perilaku orang yang berbeda-beda, seperti sikap
asertif, non asertif, atau bahkan agresif.
Kondisi-kondisi tidak berjalannya proses-proses
keorganisasian seperti yang diharapkan ini pada gilirannya akan dapat
menimbulkan stres bagi anggota organisasi, sekaligus membawa kemungkinan
munculnya konflik baik – dalam pengertian yang positif maupun yang negatif.
Untuk itu, perlu diupayakan agar konflik negatif sesegera mungkin
dipecahkan atau diselesaikan, sementara konflik positif dipelihara untuk memacu
peningkatan produktivitas dan atau kinerja organisasi. Sebab, tujuan akhir dari
pembentukan organisasi adalah kesejahteraan manusia, sedangkan kesejahteraan
ini dapat dicapai apabila produktivitas / kinerja organisasidapat terus
ditingkatkan.
II. BEBERAPA PENGERTIAN DASAR TENTANG ORGANISASI
Organisasi dalam pandangan beberapa pakar
seolah-olah menjadisuatu “binatang” yang berwujud banyak, namun tetap memiliki
kesamaan konseptual. Atau dengan kata lain, rumusan mengenai organisasi sangat
tergantung kepada konteks dan perspektif tertentu dari seseorang yang
merumuskan tersebut. Dari beberapa definisi atau pembatasan mengenai organisasi
ini, dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Organisasi
merupakan suatu pola kerja sama antara orang-orang yang terlibat dalam
kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu. (Wexlwy
and Yulk dalamKasim, 1993 : 1).
2. Organisasi adalah sekelompok orang yang terbiasa
mematuhi perintah para pemimpinnya dan yang tertarik pada kelanjutan dominasi
partisipasi mereka dan keuntungan yang dihasilkan, yang membagi diantara mereka
praktek-praktek dari fungsi tersebut yang siap melayani untuk praktek mereka
(Max Weber, dalamMiftah Thoha, 1988).
3. Organisasi dapat didefinisikan sebagai
struktur hubungan kekuasaan dan kebiasaan orang-orang dalam suatu sistem
administrasi (Dwight Waldo, dalamThoha,1988).
4. Organisasi adalah suatu
sistem dari aktivita-aktivita orang yang terkoordinasikan secara
sadar, atau kekuatan-kekuatan yang terdiri dari dua orang atau lebih (Chester
Barnard,dalamThoha,1992).
5. Organisasi adalah lembaga sosial dengan
ciri-ciri khusus : secara sadar dibentuk pada suatu waktu tertentu, para
pendirinya mencanangkan tujuan yang biasanya digunakan sebagai simbol
legitimasi, hubungan antara anggotanya dan sumber kekuasaan formal ditentukan
secara relatif jelas walaupun seringkali pokok pembicaraan dan perencanaan
diubah oleh para anggota-anggotanya yang membutuhkan koordinasi atau pengawasan
(Silverman,dalamThoha,1988).
6. Organisasi adalah suatu kesatuan (entity) sosial
yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat
diidentifikasikan,yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk
mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan (Stephen P. Robbins).
7. Organisasi sebagai suatu kesatuan sosial dari
kelompok manusia, yang saling berinteraksi menurut suatu pola tertentu sehingga
setiap anggota organisasi memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing, yang
sebagai suatu kesatuan mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai batas-batasyang
jelas, sehingga bisa dipisahkan secara tegas dari lingkungannya (Hary LubisdanMartani
Huseini, 1987 :1)
8. Organisasi merupakan suatu alat untuk pencapaian
tujuan dari orang-orang yang berada diluar organisasi tersebut, sebagai suatu
alat untuk pencapaian tujuan. Untuk itu organisasi harus dibuat rasional
dalam artikata harus disusun dan beroperasi berdasarkan ketentuan-ketentuanformal
dan perhitungan-perhitungan efisiensi (Azhar Kasim, 1989 : 1).
Dari beberapa pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa organisasi sesungguhnya merupakan kumpulan manusia yang
diintegrasikan dalam suatu wadah kerjasama untuk menjamin tercapainya
tujuan-tujuan yang ditentukan. Atau
menurut Sudarsono Hardjosoekarto, pengertian yang dapat menyamakan
persepsit tentang organisasi adalah bahwa organisasi merupakan jalinan
kontrak (a nexus of contracts).
Dan oleh karena organisasi merupakan
jalinan kontrak, maka faktor penting bagi keberadaan organisasi adalah sejauh mana
organisasi tersebut mampu mengadakan kontrak dengan pihak lain. Sedangkan hal
yang membedakan organisasi yang satu dengan organisasi lainnya dalam kerangka
teori Mc. Kinsey, adalah structure,
strategy, style (leadership), skill, staff, share value, dan system .
Dalam hal struktur, beberapa organisasi
lebih senang memilih tipe garis atau lini,sementara organisasi lain memilih
tipe garis dan staf, tipe kepanitian, atau tipe fungsional.
Dalam aspek strategi, dapat ditemukan
perbedaan mengenai pencapaian tujuan organisasi dalam jangka panjang dan jangka
pendek.
Kemudian dalam aspek gaya kepemimpinan
atau style, ada pemimpin
organisasi yang menonjolkan sifat-sifat karismatik, otoriter,
partisipatif demokratik, dan sebagainya.
Selanjutnya dalam aspek keahlian, jelas
bahwa setiap organisasi akan membutuhkan keahlian yang spesifik sesuai dengan
misi dan tujuan yang akan diraihnya.
Begitu juga dalam aspek staff, organisasi
yang bergerak dibidang pengantaran (delivery)
misalnya, akan sangat berbeda kualifikasi staff-nya dibanding dengan organisasi
konsultansi.
Sedangkan aspek share value artinya bahwa
seluruh aspek yang telah disebutkan diatas, pada akhirnya difokuskan kepada super
ordinate goals, atau tujuan organisasi yang lebih tinggi. Dalam kaitan ini,
jelas bahwa tujuan yang lebih tinggi dari setiap organisasi akan berbeda-beda
pula.
Adapun aspek sistem, antar organisasi juga
cenderung berbeda, baik mengenai pemanfaatan sistem informasinya, penerapan
sistem perencanaan dan pengawasannya, dan sebagainya.
Dari beberapa pengertian tentang
organisasi tersebut diatas, maka dapat kita simpulkan bahwa cakupan organisasi
tidak hanya meliputi bentuk-bentuk kelembagaan formal seperti pemerintah
maupun organisasi bisnis, tetapi lebih dari itu juga meliputi setiap kontrak
(perjanjian) yang terjadi antara dua orang / pihak atau lebih. Dengan kata
lain, organisasi tidak hanya diartikan sebagai wujud saja
tetapi juga sebagai proses interaksi berbagai pihak.
Kontrak atau perjanjian yang membentuk
organisasi ini sendiri terdiri dari tiga macam, yaitu :
1. Spot Contract ,Yaitu
kontrak yang terjadi karena adanya transaksi dadakan (spot transaction). Kontrak jenis ini bersifat tidak fleksibel
(inflexible) dalam pengertian bahwa para pihak yang mengadakan kontrak tadi
tidak memiliki kebebasan untuk saling mengajukan penawaran.
Termasuk dalam jenis kontrak ini adalah belanja di supermarket, ketaatan
terhadapperaturan lalu lintas, menonton sepakbola di stadion, dan sebagainya.
2. Relational
Contract ,Yaitu kontrak yang terjadi dari adanya hubungan atau relasi
antar dua orang atau lebih. Kontrak jenis ini lebih fleksibel sifatnya karena memberikan
kesempatan kepada pihak pihak yang bersangkutan untuk mencapai kesepakatan
yang menguntungkan kedua belah pihak. Dengan kata lain, kontrak ini
mengenal adanya clausul escape atau klausul
yang berhubungan dengan diadakannya kontrak tersebut.
Contohnya
adalah pengangkatan seorang pekerja
dengan terlebih dahulu membuat kontraknya, pegawai negeri yang tunduk pada
aturan tentang hak dan kewajiban pegawai, dan sebagainya. Khususnya mengenai
posisi pegawai negeri ini – dilihat dari ketidak bebasan untuk menentukan
pilihan – sesungguhnya bisa dikelompokkan kedalam spot contract. Namun karena sifat relasionalnya yang lebih kuat dan
proses untuk menjadi pegawai juga panjang (tidak bersifat dadakan), maka
ini lebih tepat dikelompokkan dalam relational contract.
3. Implicite
Contract ,Ini merupakan jenis kontrak yang paling fleksibel, dimana
tanpa adanya ikatan kontrak secara formal, seseorang dapat menjadi anggota
suatu organisasi. Seorang warga negara misalnya, tanpa melakukan sesuatu tindakan
telah melekat dalam dirinya perasaan bangga sebagai anggota masyarakat serta
memiliki sense of belonging yang
tinggi terhadap negaranya. Kelemahan dari kontrak implisit ini adalah sifatnya
yang tidak lengkap (incomplete ) dan susah terukur, sehingga ada baiknya jika
diadakan clausul escape .
PENDEKATAN PADA ORGANISASI
Cakupan teori organisasi sesungguhnya
sangat luas, sehingga tidak mengherankan jika studi mengenai organisasi
dapat dilakukanmenurut berbagai sudut pandang yang berbeda. Sebagai
konsekuensinya, kemudian muncullah bermacam-macam pendekatan dalamteori
organisasi, yang masing-masing sangat dipengaruhi oleh cara yang digunakan
untuk meninjau masalah organisasi. Keseluruhan pendekatan ini,paling tidak
dapat dipisahkan menjadi tiga macam, yaitu pendekatan \ klasik, pendekatan neo
klasik, dan pendekatan modern.
Pendekatan klasik
Diilhami oleh konsep Taylor pada
tahun1919, mengajarkan bahwa dalam suatu organisasi, perlu diadakan pembatasan secara tegas antara
kegiatan pelaksanaan atau operasional dengan tugas-tugas manajerial.
Dengan kata lain, para pekerja seperti tukang-tukang atau operator mesin, hanya
bertugas sebagai pelaksana saja, sementara tugas untuk merencanakan metode
kerja, pengorganisasian atau pengkoordinasian selalu dilakukan oleh pihak
manajemen.
Hal ini dimaksudkan
agar kedua kelompok karyawan tadi akan menjadi lebih ahli dalam melaksanakan
tugasnya. Disamping itu, keuntungan yang bisa diraih dengan sistem kerja ini
adalah terbukanya kesempatan untuk menetapkan waktu baku bagi setiap pekerja untuk menyelesaikan suatu
tugas. Namun keberatannya, pekerja diperlakukan
sebagai mesin, dalam arti bekerja secara mekanistis menurut suatu metode kerja
tertentu, tanpa kebebasan untuk memilih cara kerja sendiri yang dianggap
lebih sesuai dengan karakteristik yang dimilikinya (LubisdanHuseini,
2-3).
Pada tahap berikutnya, pendekatan neo klasik muncul sebagai akibat dari serangkaian
percobaan yang dilakukan Elton Mayo
antara tahun 1927hingga 1932. Pendekatan ini sering disebut juga sebagai
pendekatan Human Relations karena perhatiannya terpusat pada aspek hubungan
antar manusia dalam organisasi.
Pendekatan ini bertumpu pada beberapa
prinsip sebagaiberikut :
1. Organisasi adalah suatu sistem sosial dimana
hubungan antara para anggotanya merupakan interaksi sosial.
2. Interaksi sosial itu menyebabkan munculnya
kelompok non formal dalam organisasi, yang memiliki norma sendiri dan berlaku
serta menjadi pegangan bagi seluruh anggota kelompok.
3. Interaksi sosial tersebut perlu diarahkan agar
pengaruhnya positif bagi prestasi individu maupun kelompok. Karena itu
diperlukan saluran komunikasi yang efektif yang memudahkan untuk
mengarahkan interaksisosial antar anggota demi peningkatan prestasi.
4. Kelompok-kelompok non formal tersebut bisa saja
mempunyai tujuan yang berbeda dengan kepentingan organisasi. Karena itu, pola
kepemimpinan yang hanya memperhatikan struktur formal perlu dilengkapi dengan
perhatian terhadap aspek psiko-sosial pekerja agar tujuan kelompok non formal
tersebut dapat diarahkan sesuai dengan kepentingan organisasi. Untuk itu
manajemen perlu memiliki keterampilan sosial disamping keterampilan teknis,
agar mampu membina munculnya ikatan sosial yang baik dalam organisasi. (Lubis dan
Huseini, 2-3).
Adapun pendekatan modern secara tegas menyatakan bahwa yang dimiliki
saat ini bukanlah teori mengenai organisasi, tetapi cara berpikir (way of thinking) mengenai organisasi,
cara melihat dan menganalisa secara lebih tepat dan mendalam, yang dilakukan
melalui keteraturan (regularitas) perilaku
organisasi, yang hanya berlaku untuk suatu lingkungan atau kondisi tertentu.
Dengan demikian kumpulan fakta bukanlah organisasi.
Input yang diberikan oleh organisasi
seringkali sumbernya dikuasai oleh organisasi lain yang terdapat pada lingkungannya,
sehingga organisasi terpaksa mempunyai ketergantungan sumber terhadap
lingkungannya. Jika tingkat ketergantungan ini tidak terlalu besar seperti
yang terjadi pada lingkungan Tenang – Acak, maka organisasi tidak perlu terlalu
memperhatikan lingkungannya dan dapat memusatkan perhatiannya terhadap kegiatan
produksi. Tetapi apabila ketergantungan itu sangat besar, organisasi perlu
beradaptasi terhadap ketergantungan tersebut, dan melakukan tindakan-tindakan
yang sesuai untuk menguranginya.
Dalam kaitan ini, terdapat dua cara
adaptasi yang dapat dilakukan oleh organisasi.
Cara pertama adalah melalui perubahan
internal, yaitu dengan menyesuaikan struktur internal organisasi, pola kerja,
perencanaan dan aspek internal lainnya terhadap karakteristik lingkungan. Sedangkan cara kedua adalah dengan berusaha
untuk menguasai dan mengubah
kondisi lingkungan sehingga menguntungkan bagi organisasi.
KARAKTERISTIK ORGANISASI : MEKANIK DAN ORGANIK
Sesaat setelah individu-individu membentuk
kelompok dan bersepakat membentuk organisasi, maka pada tahap selanjutnya, sekumpulan
orang ini memberikan karakteristik, bentuk dan sifat kepada organisasi yang
menampung mereka. Dalam kaitan ini, secara umum bentuk organisasi dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu organisasi
mekanik dan organisasi organik. Sedangkan dilihat dari sifatnya, organisasi dapat dikelompokkan menjadi organisasi dengan sistem
tertutup (close system) dan organisasi
bersistem terbuka (open system).
Paradigma mekanik (mechanism paradigm) menganggap organisasi sebagai suatu mesin yang bekerja dengan suatu
keteraturan dan keajegan tertentu yang menekankan adanya suatu tingkat
produktivitas tertentu, yang ingin mencapai taraf efisiensi tertentu, dan yang
dikendalikan oleh suatu legitimasi otoritas pimpinan (Thoha, 1988 : 133).
Dalam model organisasi mekanik ini tujuan organisasi dapat dicapai secara efektif dan efisien melalui mekanisme
pembagian kerja, spesialisasi dan hubungan kerja yang hierarkhis. Ajaran ini
terutama banyak dikembangkan dari pandangan Adam Smith
dan Frederick Taylor yang mengusulkan adanya pembagian
efisien dari tenaga kerja melalui spesialisme, atau pengendalian efektif dari tenagakerja melalui hierarki
vertikal (Obolensky,1996 : ix-x).
Dengan kata lain –menurut paradigma
mekanik – efisiensi dalam organisasi dapat ditingkatkan hanya
apabila terdapat pengerangkaan (strucuturing) dan pengendalian (controlling)
terhadap partisipasi anggota organisasi. Oleh karenanya, dalam organisasi
mekanik banyak diterapkan upaya pemotivasian pegawai melalui pemberian
insentif, sementara disisi lain cara kerja pegawai didasarkan pada spesialisasi
yang diawasi secara ketat. Hasilnya adalah suatu organisasi yang berstruktur
piramida, menerapkan kesatuan komando (chain
of command), jenjang pengawasan yang seringkali berlapis, spesialisasi
berdasarkan fungsi, serta penerapan pembagian kerja lini dan staf (line and staff ).
Selama ini paradigma organisasi mekanik
banyak diterapkan pada sistem kelembagaan pemerintah yang antara lain mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut :
1) adanya spesialisasi tugas,
2) mengutamakan sarana danpertanggungjawaban,
3) inisiatif penyelesaian konflik di dalam
organisasiberasal dari atasan,
4) interaksi
antar anggota organisasi cenderung vertikal dengan
gaya yang diarahkan untuk mencapai kepatuhan,
5) kentalnya sistem komando dan hubungan struktural
antara atasan dengan bawahan.
Dengan ciri-ciri demikian, model
organisasi mekanik juga disebut sebagai model birokratis, yang menurut Weber justru
merupakan tipe ideal dari organisasi (Thoha, 1988 : 138). Pada suatu
mllieu masyarakat dengan tingkat kehidupan yang relatif statis, atau pada
suatu lingkungan yang belum banyak menerima arus perubahan dari lingkungan
sekitarnya, maka tipe organisasi ini dapat berjalan dengan baik serta dapat
menjadi instrumen yang efektif dalam rangka mencapai tujuan bersama. Akan
tetapi pada masyarakat yang tingkat kehidupannya tinggi dan dinamis serta
banyak berinteraksi dengan kelompok-kelompok lainnya yang seringkali lebih
besar, maka sifat-sifat dan ciri-cirinya yang kaku jelas tidak dapat dipertahankan
lagi. Model organisasi mekanik ini banyak berpengaruh terhadap administrasi
negara – khususnya di negara-negara sedang berkembang – sebab organisasi di
lingkungan pemerintahan bercirikan model organisasi birokrasi, yaitu struktur
organisasi tipikal yang berusaha mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan manusia di
dalam suatu organisasi (Bennis dalam Thoha, 1988 : 151).
Paradigma
organik (organism paradigm) memandang organisasi sebagai suatu sistem yang menekankan
pada unsur manusia sebagai pelaku utama. Dalam model organisasi
ini, efisiensi dan efektivitas bukan merupakan aspek utama dalam pencapaian
tujuan organisasi, sebab produk (output) tidak dipandang sebagai hal yang
utama. Aspek yang dianggap lebih penting dalam organisasi model
organik ini adalah adanya keseimbangan antara faktor manusia
dengan faktor lingkungannya.Dikaitkan dengan sifat organisasi, maka
pada paradigma mekanik, organisasi lebih menganut sistem tertutup (close system), dimana organisasi dilihat
sebagai suatu kesatuan yang merdeka serta tidak ada ikatan dengan variabel-variabel
lainnya ( Thoha, 1988 : 133).
Dengan demikian jika muncul berbagai
persoalan, maka faktor penyebab serta metode pemecahannya selalu dikembalikan
kepada internal factors seperti
susunan organisasi, tugas pokok dan fungsi, atau hubungan formal ; sedangkan
faktor-faktor lingkungan diluar organisasi (external
factors) yang mempunyai kontribusi juga terhadap munculnya persoalan
tersebut, justru tidak diperhitungkan.
Berbeda pada organisasi mekanik, maka pada
organisasi yang bertipe organik lebih banyak menerapkan pendekatan sistem
terbuka (open system)yang menitik beratkan
faktor manusia dan cara manusia tersebut berperilaku dalam kegiatan-kegiatan
organisasi senyatanya. Oleh karenanya, dalam pendekatan ini faktor lingkungan
yang memiliki kemungkinan pengaruh terhadap organisasi, sangat diperhatikan.
TIPE-TIPE ORGANISASI
Tipe atau bentuk organisasi yang kita
saksikan selama ini, sangat bervariasi dan berbeda-beda tergantung dari aspek
atau sudut pandang masing-masing. Dari sisi kepemilikan dan pengelolanya,
terdapat organisasi swasta dan organisasi pemerintah. Dilihat dari bidang
kegiatannya dapat dibedakan antara organisasi politik, sosial, pemuda, dan
lain-lain. Akan tetapi, berdasarkan
tinjauan dari segi wewenang, tanggung jawab, serta hubungan kerja dalam
organisasi, dapat dikemukakan adanya empat tipe atau bentuk organisasi, yaitu :
1.Organisasi Garis (line organization)
Adalah tipe organisasi yang tertua
dan paling sederhana, dimana tugas-tugas perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan berada di satu tangan dan garis kewenangan langsung dari pimpinan
kepada bawahannya.
Ciri-ciri yang menonjol dari tipe
organisasi ini antara lain adalah : tujuan organisasi masih sederhana, jumlah
karyawan sedikit, pimpinan dan semua karyawan saling mengenal, hubungan
karyawan dengan pimpinan bersifat langsung, tingkat spesialisasi belum begitu
tinggi, dan sebagainya.
Kebaikan yang dimiliki oleh organisasi
tipe ini adalah bahwa kesatuan komando berjalan secara tegas dan memperkecil
kemungkinan kesimpangsiuran, proses pengambilan keputusan berjalan dengan
cepat, penilaian terhadap pegawai dapat dilakukan secara cepat dan
obyektif,serta tingginya rasa solidaritas diantara sesama pegawai. Sebaliknya, kekurangan
yang sering ditemui adalah adanya ketergantungan kepada satu orang, adanya
kecenderungan pimpinan untuk bertindak secaraotokratis, dan kesempatan karyawan
untuk berkembang terbatas.
2. Organisasi Garis dan Staf (line and staff organization)
Tipe ini biasanya digunakan untuk
organisasi yang besar, daerah kerjanya luas dan mempunyai bidang-bidang tugas
yang beraneka ragam atau rumit.
Ciri-ciri yang dapat dilihat antara lain
organisasinya besar dan bersifat kompleks, daerah kerjanya luas, jumlah karyawan
banyak, hubungan kerja yang bersifat langsung makin mengecil, pimpinan dan
karyawan tidak lagi semuanya saling mengenal, dan terdapat spesialisasi tugas
diantara para karyawannya. Kelebihan dari tipe organisasi ini adalah dapat
digunakan oleh setiap organisasi yang bagaimanapun besarnya, apapun tujuannya,
sertabagaimanapun luas tugasnya.
Disamping itu terdapat kelebihan lainnya
seperti adanya pembagian jelas yang jelas, bakat para karyawan dapat
dikembangkan menjadi spesialisasi, pengambilan keputusan dapat efektif karena
terdapat staf-staf yang ahli dibidangnya, koordinasiberjalan lebih baik, dan
disiplin karyawan biasanya tinggi karena tugas yang dilaksanakannya sesuai
dengan bakat dan keahliannya.
Adapun kekurangan
yang ditemukan adalah rasa solidaritas antar karyawan yang lemah, dan jika
koordinasi pada tingkat staf tidak baik akan dapat membingungkan unit-unit
pelaksana.
3. Organisasi Panitia (committee organization)
Ciri-ciri dari organisasi ini antara
lain memiliki tugas tertentu dan jangka waktu berlakunya terbatas, seluruh
unsur pimpinan duduk dalam panitia,tugas kepemimpinan dan pertanggungjawaban
dilaksanakan secara kolektif, semua anggota mempunyai hak / wewenang /
tanggungjawab yang umumnya sama, serta para pelaksana dikelompokkan menurut bidang
tugas tertentu.
Keuntungan yang dicapai dari tipe
organisasi ini adalah : pada umumnya keputusan diambil secara tepat dan
obyektif karena segala sesuatu dibicarakan lebih dahulu secara kolektif,
kemungkinan seseorang untuk bertindak otoriter sangat kecil, dan kerjasama
di kalangan pelaksana mudah dibina. Sementara kekurangan yang mungkin dihadapi
adalah :pengambilan keputusan pada umumnya sangat lambat karena segala sesuatu
harus dibicarakan bersama-sama, pertanggungjawaban secara fungsional seringkali
kurang jelas, perintah kepada pelaksana kadangtumpang tindih, dan daya kreasi
seseorang kurang menonjol.
4. Organisasi Fungsional ( functional
organization)
Adalah organisasi yang disusun berdasarkan
sifat dan macam fungsiyang harus dilaksanakan.
Ciri-ciri organisasi ini antara lain
adalah pembidangan tugas secara jelas dan tegas dapat dibedakan, dalam
melaksanakan tugas tidak banyak memerlukan koordinasi, pembagian unit-unit
organisasi didasarkan pada spesialisasi tugas, dan para pimpinan pada unit tertentu
memiliki wewenang komando pada unitnya sendiri tanpa persetujuan langsung dari
pimpinan tertinggi. Kebaikan dari tipe organisasi ini adalah adanya pembidangan
tugas yang jelas, spesialisasi karyawan dapat makin ditingkatkan,
koordinasi antarkaryawan dalam suatu unit menjadi sangat mudah, koordinasi
menyeluruh pada umumnya cukup pada tingkat eselon atas.
Sedangkankekurangannya adalah bahwa
karyawan terlalu menspesialisasikan diri pada bidang tertentu, para karyawan
cenderung mementingkan bidangnya sendiri sehingga memungkinkan timbulnya
egoisme antarbidang.
ASAS-ASAS PENGORGANISASIAN LEMBAGA
Untuk dapat mencapai tujuannya secara
berhasil guna dan berdayaguna, maka suatu organisasi perlu menerapkan asas-asas
tertentu dalam pengorganisasian kelembagaannya. Adapun asas-asas kelembagaan
yang perlu dipertimbangkan dalam suatu organisasi (khususnya di lingkungan
aparatur pemerintah), secara lengkap dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Asas Pembagian Tugas
Hal ini mengandung arti bahwa setiap tugas
(di lingkungan aparatur : tugas umum pemerintahan dan pembangunan) perlu dibagi
habis kedalam tugas-tugas bagian, divisi atau seksi (di lingkungan aparatur :
Departemen, Lembaga Pemerintah Non-Departemen dan aparaturpemerintah lainnya),
sehingga dapat dijamin selalu adanya tanggung jawab dalam penyelenggaraan
tugas-tugas tersebut.
Namun demikian hal ini tidak berarti bahwa
suatu instansi dapat melaksanakan sendiri tugas yang menjadi tanggung jawabnya
tanpa adanya kerja sama dengan Instansi lain yang terkait. Sesuai dengan asas
ini maka perlu adanya perumusan tugas yang jelas sehingga dapat dicegah
duplikasi, benturan dan kekaburan.
2. Asas
Fungsionalisasi.
Dalam asas fungsionalisasi, pelaksanaan
tugas harus ada suatu instansi / unit kerja yang secara fungsional paling
bertanggung jawab. Dengan katalain asas ini menentukan instansi atau satuan
kerja yang secara fungsionalpaling bertanggung jawab atas suatu tugas umum
pemerintahan dan pembangunan. Pada gilirannya asas ini akan menentukan
mekanisme koordinasi dalam arti bahwa instansi atau satuan kerja yang secara
fungsional paling bertanggung jawab tersebut berkewajiban
untuk memprakarsainya.
3. Asas Koordinasi.
Asas ini menekankan agar dalam penyusunan
kelembagaanmemungkinkan terwujudnya koordinasi yang mantap dalam
pelaksanaantugas-tugasnya.
4. Asas Kesinambungan.
Asas kesinambungan mengharuskan adanya
institusialisasi dalam pelaksanaan, dalam arti bahwa tugas-tugas (tugas umum
pemerintahan dan pembangunan) harus berjalan secara terus menerus sesuai dengan
kebijaksanaan dan program yang telah ditetapkan tanpa tergantung pada diri
pejabat/pegawai tertentu.
5. Asas Keluwesan.
Asas keluwesan menghendaki agar organisasi
selalu mengikuti danmenyesuaikan diri dengan perkembangan dan perubahan
keadaansehingga dapat dihindari kekakuan dalam pelaksanaan tugasnya.
6. Asas Akordion.
Asas akordion menentukan bahwa organisasi
dapat berkembang atau mengecil sesuai dengan tuntutan tugas dan beban kerjanya.
Namun demikian pengembangan/penciutan suatu organisasi tidak boleh
menghilangkan fungsi yang ada.
7. Asas Pendelegasian Wewenang.
Asas ini menentukan tugas-tugas yang perlu
didelegasikan dan tugas-tugas yang masih harus dipegang pimpinan. Sebagai
konsekuensi dariasas pelimpahan wewenang tersebut maka setiap unit yang
menerima pelimpahan tersebut harus mampu melaksanakan wewenang dan tugas-tugas
yang dilimpahkan.
8. Asas Rentang Kendali.
Dalam asas rentang kendali ini dimaksudkan
agar dalam menentukan jumlah satuan organisasi atau orang yang dibawahi
oleh seorang pejabat pimpinan, diperhitungkan secara rasional mengingat
terbatasnya kemampuan seorang pimpinan/atasan dalam mengadakan pengendalian terhadap
bawahannya.
9. Asas Jalur dan Staf.
Agar terdapat kejelasan antara tugas pokok
dan penunjang, maka dalam pengorganisasian kelembagaam aparatur pemerintah
digunakan asas jalur dan staf. Asas jalur dan staf adalah asas yang
menentukan bahwa dalam penyusunan organisasi perlu dibedakan antara
satuan-satuan organisasi yang
melaksanakan tugas pokok instansi dengan satuan-satuan yangmelaksanakan
tugas-tugas penunjang.
10. Asas Kejelasan dalam Pembaganan.
Asas kejelasan dalam pembaganan
mengharuskan setiap organisasi menggambarkan susunan organisasinya dalam bentuk
bagan, agar setiap pihak yang berkepentingan dapat segera memahami kedudukan
dan hubungan dari setiap satuan organisasi yang ada.
LATIHAN KASUS
ORGANISASI APAKAH YANG
PALING COCOK ?
Dalam rangka menghadapi bulan suci
Ramadhan yang akan datang, Kecamatan Citarum Kodya Dati II Bandung telah
membentuk panitia yang memiliki dua tugas pokok.
Tugas pertama
adalah meningkatkan kadar keimanan dan moralitas warganya (terutama
generasi muda) secara berkelanjutan, dan tugas kedua adalah menyelenggarakan berbagai kegiatanyang
berkenaan dengan bulan suci Ramadhan, dari pengajian, ceramah-ceramah
keagamaan, shalat tarawih dan subuh berjamaah, bhakti sosial,sampai dengan
shalat Idul Fitri, serta pengumpulan zakat fitrah dan pendistribusiannya.
Aparat kecamatan dan segenap anggota
panitia yang ada telah bertekad bahwa bulan suci Ramadhan kali ini akan
dijadikan momentum“mawas diri dan penyadaran diri”, sehingga kegiatan
kerohanian dan pembinaan mental ini tidak hanya dilakukan secara temporer,
tetapi juga dilanjutkan sampai dengan pasca Ramadhan.
Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah
kecamatan telah mengajukan usulan kepadaWalikotamadya dengan tembusan kepada
Gubernur, untuk melembagakanfungsi pembinaan kerohanian tersebut kedalam
struktur organisasi kecamatan, yakni dengan membentuk seksi kerohanian.
Berdasarkan hal-hal tersebut, Anda diminta
untuk menganalisis kasus dengan menggunakan teori-teori organisasi, dan
menjawab pertanyaan-pertanyan dibawah ini:
1.
Menurut Anda, perlukah tugas pembinaan kerohanian dilembagakan
dalam struktur organisasi Kecamatan ? Apa alasan Anda ?
2.
Jika perlu, tipe atau bentuk
organisasi apa yang paling tepat untuk menyelenggarakan tugas
pembinaan kerohanian tersebut ? Sebaliknya jika tidak perlu, kemukakan
alasan Anda !
3.
Apa kira-kira kelebihan dan kekurangannya
jika tugas tersebutdilembagakan ? Dan apa pula kira kira kelebihan dan
kekurangannya jika tugas tersebut tidak dilembagakan ?
Sumber : “Perilaku Organisasi” Bab 2
oleh Tri
Widodo W.U
Modul Perancangan Organisasi
(SDM) Ir. Farida MMA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar